Tarif pungutan ekspor CPO 0% mulai 15 Juli – 31 Agustus 2022

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan aturan baru tentang tarif pungutan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) beserta turunannya. Tarif ini diatur melalui Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2022, yaitu merevisi tarif pungutan ekspor menjadi US$0 yang berlaku sejak 15 Juli 2022 hingga 31 Agustus 2022.

Pemberlakuan tarif pungutan ekspor 0 persen tidak selamanya diterapkan. Per 1 September 2022, tarif pungutan ekspor produk sawit dan turunannya akan diberlakukan skema tarif progresif. Tarif progresif yang dimaksud artinya tarif pungutan ekspor yang menyesuaikan harga CPO global, yaitu tarif pungutan ekspor akan naik jika harga CPO global naik dan begitu juga sebaliknya.

“Terhitung mulai 1 September berlaku kembali tarif maksimal US$240 untuk harga CPO di atas US$1500, dengan tarif advalorem yang progresif terhadap harga,” ujar Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman melalui keterangan tertulis, Sabtu (16/7).

Nantinya, dana yang terhimpun dari tarif pungutan ekspor oleh BPDPKS akan digunakan lembaga tersebut untuk menjalankan program-program yang berkaitan dengan industri kelapa sawit, di antaranya adalah biodiesel dan stabilisasi harga minyak goreng dalam negeri.

Namun pada kesempatan lain sebelumnya, Anggota Komisi IV DPT Anggia Erma Rini pernah mendesak BPDPKS untuk melakukan transparansi dana sawit di BPDPKS itu sendiri yang nilainya ratusan triliun. Ia menilai selama ini BPDPKS belum cukup memberikan informasi terkait anggaran kepada Komisi IV pada beberapa rapat yang telah dilaksanakan.

“Kebetulan saya Ketua Panja Kelapa Sawit saat ini, dua kali kita undang BPDPKS dan banyak hal yang kita enggak dapat jawaban. Mentok,” kata Anggia dalam diskusi Dialektika Demokrasi bersama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5).

Anggia saat itu juga menyebut belum ada tanda-tanda penggunaan dana di BPDPKS yang terbuka dan transparan. Padahal menurutnya, hal itu perlu untuk mengetahui asal dana dari mana dan alokasi dana.

Diketahui, BPDPKS memiliki Komite Pengarah yang berisi delapan kementerian/lembaga meliputi; Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan Kementerian PPN/Bappenas. 


Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.

Tinggalkan Balasan