Diabetes Melitus Hantui Anak-anak Indonesia, Prevalensinya Capai 2 per 100.000 Jiwa

Diabetes Melitus Hantui Anak-anak Indonesia, Prevalensinya Capai 2 per 100.000 Jiwa

tribun-nasional.com – Prevalensi Diabetes Melitus (DM) pada anak di Indonesia saat ini 2 per 100.000 jiwa. Angka tersebut mengalami kenaikan 70 kali lipat dibanding tahun 2000 lalu ketika prevalensi ada di angka 0,004 per 100.000 anak dan pada 2010 0,028 per 100.000 anak .

Ikatan Dokter Anak Indonesia ( IDAI ) mencatat saat ini terdapat 1.645 pasien DM anak dari 13 kota besar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 59,3 persen adalah anak perempuan dan 40,7 persen adalah laki-laki dengan usia paling banyak di rentang 10-14 tahun sebanyak 46,23 persen, usia 5-9 tahun 31,05 persen, 0-4 tahun sebanyak 19 persen, dan sisanya 3 persen menjangkit anak usia lebih dari 14 tahun.

UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI , dr. Muhammad Faizi mengatakan, DM pada anak makin meningkat pada anak di dunia maupun di Indonesia. Hal itu karena makin banyak yang melaporkan.

Menurutnya, jumlah tersebut akan terus bertambah seiring dengan masifnya sosialisasi dan edukasi pada masyarakat. Selain itu, data yang ada sekarang baru terlaporkan dari 13 kota besar di Indonesia.

Penyakit DM merupakan gangguan metabolisme yang ditandai peningkatan kadar gula darah dalam waktu yang kronis. Pada anak mayoritas mengalami DM tipe 1 yaitu tubuh tidak menghasilkan insulin yang akhirnya gula darah tinggi.

Sementara itu, terdapat tiga tipe lainnya, tipe 2 merupakan resistensi insulin. Ada banyak insulin dalam tubuh, tetapi tidak bisa bekerja efektif.

“Jadi insulin tidak tajam lagi,” ujarnya pada media briefing yang diselenggarakan oleh IDAI secara daring, Rabu, 1 Februari 2023.

Tipe lainnya itu, DM pada kehamilan dan DM tipe lain berupa sindrom.

Dikatakan Faizi, anak – anak penderita DM tipe 1 tidak punya sel beta pankreas, sementara kunci DM karena sel beta ini rusak. Sel beta ini penting untuk pengendalian gula darah.

“Anak- anak bisa DM baik tipe 1 dan 2. Gejala tipe 1 anak kurus, gejala sertai poliuria atau sering kencing, haus dan sering minum, BB (berat badan) turun drastis karena sering kencing. Kemudian makan banyak tapi tetap kurus, lalu tidak mau makan lesu,” tuturnya.

“Anak DM tipe 2 itu gemuk karena junk food di antaranya, ditandai di kulit tengkuk hitam jadi ada lapisan hitam dan bukan daki,” katanya melanjutkan.

Untuk DM tipe 1 itu seumur hidup suntik insulin, sedangkan tipe 2 memang lebih nyaman karena tidak banyak disuntik, penderita bisa menggunakan oral seumur hidup.

Adapun tata laksana DM pada anak tipe 1 ada lima pilar yaitu pemberian insulin, minimal 4 kali sehari. Kedua, pengaturan diet makanan mana yang boleh dan tidak, kemudian yang ketiga pemeriksaan gula darah secara rutin 6-10 kali sehari, yang keempat aktivitas fisik, serta yang kelima pendidikan pasien dan keluarga guna metabolik baik, mencegah komplikasi akut jangka panjang.

“Kemudian tata laksana ini guna perbaikan psikologi pasien dan keluarga,” ucapnya.

Dikatakan Faizi, jika melihat perjalanan penyakit, DM ini tidak bisa disembuhkan, tetapi dapat diobati agar tidak memburuk.

“Jadi dalam tanda petik tidak ada kata sembuh, namun bisa hidup normal dengan kualitas hidup baik itu bisa. Kalau dikelola baik harapan usianya sama dengan yang enggak DM,” ucapnya.***