tribun-nasional.com – Banyak anak muda terjebak situasi yang tentunya amat membebani.
Tidak hanya membiayai diri sendiri namun juga harus memenuhi kebutuhan keuangan keluarga besarnya.
Sebagaian kalangan menyebut sandwich generation seperti rantai sehingga sulit dilepaskan begitu saja karena kondisinya yang kompleks.
Cara memutus sandwich generation
Lucia Peppy Novianti, M. Psi., psikolog keluarga dari Universitas Gadjah Mada mengatakan persoalan sandwich generation bukan hanya karena karakter generasinya tapi kondisi persoalan yang terjadi karena sebuah proses relasi.
“Relasi yang tidak sehat antara anggota keluarga yang dipandang lebih mampu dengan yang tidak mampu,” katanya, saat berbincang dengan Kompas.com.
Ia menyebut pihak yang membebani itu sebenarnya berada dalam kondisi tidak sehat dalam hidupnya karena kondisi dependen tersebut.
“Padahal sebetulnya secara tugas perkembangan, seharusnya sudah dalam fase mandiri kan. tapi ya karena merasakan kenyamanan, hal yang sebaiknya dimiliki, mandiri, berusaha, lalu diabaikan.”
Sebetulnya, jika kita memang memiliki sumber daya, energi, juga kemampuan untuk memberi dukungan material itu maka sandwich generation tidak akan menjadi kondisi yang mengganggu secara langsung.
Hal ini bahkan bisa memicu situasi positif pada orang yang dibebani karena merasa bangga bisa membantu atau bermanfaat untuk anggota keluarganya.
Namun untuk memutus rantai sandwich generation yang membelenggu itu, Lucia menilai perlu kerja sama dua belah pihak.
“Butuh kedua pihak sadar. Namun biasanya, yang membebani sering kali tidak menyadari,” ujar Lucia.
Di sisi lain, pihak yang dibebani akan terus merasakan dampak-dampaknya pada kehidupan mereka.
Siapkan diri untuk mengakhiri siklus sandwich generation
Lucia mengatakan perlu kesiapan diri untuk mengakhiri situasi tidak sehat ini.
“Siap ga kita memutus bentuk dukungan material yang akan membawa pada persoalan finansial di diri? Ini perlu dijawab dulu,” terangnya.
Jika sudah siap maka prosesnya akan lebih mudah.
Namun jika kita belum siap maka upaya selanjutnya adalah membangun batasan sekaligus melatih sikap ketegaran diri.
Founder Wiloka Workshop ini menguraikan, batasan dilakukan dengan emperjelas bagaimana kita akan terlibat pada pemberian dukungan material tersebut.
“Apakah rutin? Bila rutin seberapa? Atau bila tidak rutin maka pada hal-hal apa saja? Atau bahkan misalnya pada siapa” kata Lucia.
Setelah itu, penting juga mengatur ketegaran yang terkait pengelolaan gejolak emosional negatif seperti merasa sedih, khawatir, cemas karena seperti tidak menyayangi keluarga lagi dengan tidak memberikan dukungan finansial tersebut.
“Lagi-lagi, sikap diri, kontrol diri, ketegaran dan kejelasan sikap kita sih yang akan dapat membentengi,” tandas Lucia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.