tribun-nasional.com – Aroma bisa menjadi pengaruh yang kuat. Aroma kue yang baru dipanggang dapat menarik hati seseorang untuk datang ke dapur.
Bagi nyamuk , aroma yang tak tertahankan adalah aroma yang dihasilkan oleh dua virus berbahaya setelah menggigit tubuh manusia. Demikian hasil penelitian tim ilmuwan Universitas Connecticut yang dimuat di Jurnal Cell (Journal of Culture, Language, and Literature) tahun lalu.
Menurut para peneliti, virus yang menyebabkan Zika dan demam berdarah mengubah aroma pada individu. Hal ini membuat mereka lebih rentan digigit nyamuk .
Mereka juga mengidentifikasi cara potensial untuk memblokir aroma ini dan menghentikan penyebaran penyakit dengan menggunakan obat yang biasa dipakai penderita jerawat parah, yakni isotretinoin, juga dikenal dengan nama Accutane.
“Di beberapa negara, penyakit yang ditularkan nyamuk ini sangat kentara. Dalam jangka panjang, jika obat ini benar-benar bekerja, orang-orang mungkin memiliki cara untuk mencegah penyebaran kedua penyakit tersebut,” kata peneliti Penghua Wang yang juga asisten profesor di UConn Health, Fakultas Kedokteran dan Pusat Medis Universitas Connecticut.
Aroma yang terkait dengan senyawa tingkat tinggi yang disebut asetofenon (acetophenone), dijelaskan tim peneliti, sebagai “zat penarik yang ampuh” untuk nyamuk . Senyawa ini dihasilkan oleh bakteri yang tumbuh di kulit, tetapi biasanya kulit mengeluarkan protein yang menahan aroma itu.
Namun, penelitian ini menunjukkan virus penyebab Zika dan demam berdarah menekan produksi protein penting tersebut yang memungkinkan bakteri tumbuh lebih cepat dan mengeluarkan lebih banyak asetofenon. Ini menghasilkan aroma yang menarik bagi nyamuk untuk menginfeksi individu yang telah terinfeksi tersebut.
Vektor seperti nyamuk membantu virus bertahan hidup. Ketika nyamuk yang terinfeksi menggigit orang yang sehat, ia dapat menularkan virus.
Sementara itu, orang yang terinfeksi dapat menyebarkan virus ke nyamuk yang sehat. Nyamuk yang baru terinfeksi dapat terus melakukan lebih banyak penularan. Demam berdarah adalah infeksi yang disebabkan empat virus dengue yang berkerabat dekat (tipe 1 hingga tipe 4).
Virus ini menyebar melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sementara setengah dari populasi dunia berisiko terkena demam berdarah, lebih dari 80% kasus umumnya bergejala ringan, menurut Organisasi Kesehatan Dunia. Namun, bisa juga parah, bahkan mematikan.
Sementara Zika termasuk dalam keluarga virus yang sama dengan demam berdarah dan ditularkan oleh jenis nyamuk yang sama. Kebanyakan orang yang terinfeksi Zika mengalami gejala demam, konjungtivitis, dan komplikasi neurologis.
Tim peneliti dari Universitas Connecticut juga menemukan fakta lain yang sebelumnya tidak diketahui soal penyebaran Zika dan demam berdarah. Virus dengue penyebab Zika dan demam berdarah ternyata dapat mengubah aroma orang yang terinfeksi virus itu.
Aroma mereka ini (yang mengandung senyawa asetofenon) disukai nyamuk sehingga lebih rentan digigit. Para ilmuwan melakukan percobaan dengan menggunakan tikus.
Mereka menginfeksi tikus dengan virus penyebab Zika dan demam berdarah untuk mengetahui lebih lanjut hubungan antara aroma dan nyamuk . Lalu, mereka membuat tiga kandang yang saling berdekatan, membagi tikus sehat, tikus terinfeksi, dan nyamuk .
Setiap kelompok virus dievaluasi secara terpisah. Namun, hasilnya sangat mirip. Sekitar 70% nyamuk memilih untuk berada di ruang perangkap dengan tikus yang terinfeksi Zika dan demam berdarah.
Para ilmuwan juga merekrut pasien demam berdarah dari rumah sakit di China dan sejumlah sukarelawan sehat. Mereka mengumpulkan aroma para sukarelawan (baik yang sehat maupun terinfeksi virus dengue) melalui usapan ketiak. Lalu, mereka mengekstrak dan memindahkan senyawa yang menyebabkan munculnya aroma ke selembar kertas saring.
Eksperimen pun dimulai. Kertas dengan aroma orang sehat kemudian ditempelkan di tangan seorang sukarelawan. Begitu juga dengan kertas dengan aroma orang terinfeksi demam berdarah, ditempelkan di tangan sukarelawan lainnya. Kedua tangan sukarelawan dibiarkan terpapar nyamuk selama 30 menit.
Hasilnya, tangan yang diusapkan aroma pasien demam berdarah lebih menarik bagi nyamuk ketimbang pilihan lainnya. Ketika mengevaluasi kulit sukarelawan, mereka menemukan bahwa pasien demam berdarah menunjukkan emisi asetofenon yang jauh lebih tinggi daripada peserta lainnya.
Sementara itu, tikus yang terinfeksi Zika dan demam berdarah juga menghasilkan asetofenon 10 kali lebih banyak daripada tikus sehat. Asetofenon tetap menjadi pendorong utama gigitan nyamuk bahkan setelah para ilmuwan mengendalikan elemen penarik lainnya, seperti panas tubuh dan kadar karbon dioksida.
Eksperimen berlanjut ke perlakuan lainnya. Para peneliti memberi makan tikus terinfeksi demam berdarah dengan isotretinoin, turunan vitamin A yang dikenal sebagai obat jerawat. Pemberian isotretinoin ini mengubah komposisi bakteri pada kulit tikus dan mengurangi kadar asetofenon.
Pada gilirannya, nyamuk kurang tertarik untuk memakan tikus yang mendapatkan obat tersebut. Pada masa mendatang, kata Wang, hasil studi ini dapat menginspirasi pengubahan genetik nyamuk .
“Kita bisa mencoba untuk melumpuhkan saraf penciuman nyamuk ,” ujar Wang. (FHP, Huminca)***