tribun-nasional.com – Politisi oposisi Rusia yang kini dipenjara, Alexei Navalny , menilai kekalahan militer Moskow di Ukraina ‘tidak terhindarkan’, bahkan jika Kremlin mengirimkan lebih banyak tentara ke negara tetangganya yang diinvasi sejak Februari tahun lalu.
Seperti dilansir AFP, Selasa (21/2/2023), Navalny yang berusia 46 tahun menjalani masa hukuman 9 tahun penjara atas dakwaan penggelapan, yang menurut para pendukungnya merupakan hukuman terhadapnya karena menantang Kremlin.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis menjelang setahun peringatan invasi Rusia ke Ukraina , Navalny menyatakan Kiev harus diizinkan menentukan nasibnya sendiri dan bahwa Moskow harus menghormati perbatasan tahun 1991.
“Kehidupan puluhan ribu tentara Rusia telah dihancurkan secara tidak masuk akal,” sebut Navalny dalam pernyataan yang disebutnya sebagai ‘platform politik’.
“Kekalahan militer di akhir bisa ditunda dengan mengorbankan nyawa ratusan ribu tentara cadangan tambahan, tapi secara keseluruhan itu tidak bisa dihindari,” cetusnya.
Navalny menekankan bahwa ‘puluhan ribu warga Ukraina tidak bersalah’ telah terbunuh karena Presiden Vladimir Putin ingin mempertahankan kekuasaan ‘dengan cara apapun’.
Disebutkan juga oleh Navalny dalam pernyataannya bahwa Rusia seharusnya menghormati perbatasan Ukraina tahun 1991, yang mencakup Crimea.
“Tidak ada yang perlu didiskusikan di sini,” ucap Navalny, sembari menambahkan bahwa perbatasan tidak bisa diubah akibat perang di abad ke-21.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
“Kita seharusnya menjadi bagian dari Eropa dan mengikuti jalur pembangunan Eropa,” imbuhnya.
Dalam pernyataannya, Navalny juga menekankan bahwa Rusia seharusnya ‘meninggalkan Ukraina sendirian’ dan membayar kerugian yang dialami negara tetangganya itu begitu pertempuran berakhir.
Dia mencetuskan bahwa Rusia membutuhkan sistem republik parlementer, dengan ‘kediktatoran’ Putin harus diakhiri dan pemilu bebas digelar.
Tahun 2020 lalu, Navalny diracun dengan Novichok — agen saraf buatan Soviet. Dia hampir tidak selamat dan menuduh Putin mendalangi serangan terhadapnya. Navalny menjalani perawatan medis di Jerman dan baru kembali ke Rusia pada Januari 2021, di mana dia ditangkap setibanya di bandara Moskow.