Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) menilai keinginan pemerintah untuk memaksakan kelanjutan proyek besar pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur, cukup mengherankan. Ketidakpastian kondisi ekonomi global dan domestik dapat mempengaruhi rendahnya minat investasi swasta, terutama investor mancanegara, dalam pembangunan IKN. Jika pembangunan kawasan IKN tetap dilanjutkan, maka pembiayaannya akan bergantung pada suntikan modal negara yang dikhawatirkan malah menghambat konsolidasi fiskal di Tanah Air.
Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri, menyatakan hingga kini pembiayaan dari pihak swasta dalam proyek pembangunan IKN belum nampak. Padahal, proyek yang diperkirakan menelan dana Rp466 triliun itu sangat bergantung pada suntikan modal dari investor, yang porsinya mencapai 80 persen, sedangkan APBN diproyeksikan hanya akan membiayai sebanyak 20 persen dari nilai proyek.
“Adanya krisis keuangan global kita juga bisa melihat bahwa kemampuan swasta turut serta, terutama swasta global dari luar negeri, mungkin tidak setinggi itu. Apalagi kita juga melihat imbal hasil yang tentunya dibutuhkan akan menjadi sangat besar karena biaya modal yang dibutuhkan untuk berbagai pembangunan infrastruktur akan meningkat dengan adanya krisis,” kata Yose dalam media briefing bertema Membedah Arah dan Strategi Kebijakan Ekonomi Indonesia, Senin (22/8).
Sementara jika pemerintah mengandalkan APBN, kata Yose, maka artinya terbuka peluang bagi pemerintah untuk menggunaan alternatif pendanaan dari sumber lain, seperti dari sektor pajak maupun utang. Padahal di sisi lain, kondisi geopolitik global yang sedang tidak pasti dikhawatirkan akan mempengaruhi kondisi perekonomian global.
Pada kesempatan itu, Yose juga menjelaskan kekhawatirannya mengenai nasib proyek IKN di masa depan. “Khawatirnya bahwa IKN ini akan menjadi proyek yang too big to fail (terlalu besar untuk gagal -red) yang akan kalau mau dilanjutkan juga biayanya besar, tapi kalau tidak dilanjutkan juga biaya yang sudah ditanamkan sudah terlalu besar, tidak bisa kita tinggalkan begitu saja,” paparnya.
Sebelumnya Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan di hadapan DPR pada 16 Agustus, mengatakan keberlanjutan pembangunan IKN di Kalimantan Timur menjadi salah satu dari lima agenda besar pemerintah. Keberadaan IKN, kata Presiden, diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekonomi baru.
IKN Sebagai Kota Hijau
Dalam kegiatan terpisah, Kepala Badan Otorita IKN Nusantara, Bambang Susantono, menyatakan IKN akan memiliki lima ciri kota di Nusantara, yaitu di antaranya kota hijau yang memiliki zona rimba. Hal itu merupakan tolak ukur baru pengembangan kota di Indonesia
“Kita akan melakukan penghutan kembali atau reforestasi, dari 256 ribu hektare itu, hampir dua per tiga atau 65 persen akan kita kembalikan menjadi zona rimba atau tropical forest. Sehingga nanti kita akan memiliki satu potensi di mana hutan kita itu bisa menarik karbon ketimbang kita ramai-ramai mengemisi karbon,” kata Bambang Susantono melalui akun YouTube.
Ia mengharapkan penghutanan kembali itu akan menjadikan kawasan IKN mencapai wilayah netral karbon pada 2045. [yl/ah]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.