Pelaksana tugas Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe telah mengumumkan keadaan darurat dua hari sebelum anggota parlemen bertemu untuk memilih presiden baru negara kepulauan yang tengah berjuang mengatasi krisis ekonomi dan ketidakpastian politik itu.
Pengumuman resmi yang disampaikan pada Minggu (17/7) malam itu menyatakan bahwa keadaan darurat diberlakukan “demi kepentingan keamanan publik, perlindungan ketertiban umum dan pemeliharaan pasokan dan layanan yang penting bagi kehidupan masyarakat.”
Wickremesinghe dilantik sebagai pelaksana tugas presiden menyusul pengunduran diri Gotabaya Rajapaksa pada Kamis (14/7) lalu.
Keadaan darurat nasional juga diberlakukan sepekan setelah para pengunjuk rasa menyerbu kantor perdana menteri. Kantor itu menjadi gedung utama ketiga yang mereka serbu selama pekan yang bergejolak dan memicu penggulingan Rajapaksa.
Namun pengumuman baru itu dianggap mengejutkan. Pasalnya, Kolombo sudah kembali tenang semenjak para pengunjuk rasa mengosongkan gedung-gedung yang diserbu dan mengatakan bahwa mereka ingin perjuangan mereka tetap berjalan dengan damai.
“Keadaan darurat seharusnya diumumkan ketika negara menghadapi ancaman nyata. Saat ini, meskipun ada ketidakpastian politik, saya rasa tidak ada alasan untuk menerapkan kondisi darurat,” kata Bhavani Fonseka, peneliti senior di lembaga Center for Policy Alternatives di Kolombo. “Jadi, terdapat kekhawatiran nyata mengapa status itu diberlakukan.”
Wickremesinghe mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Senin (18/7) bahwa negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk sebuah paket dana talangan hampir tercapai. Pemerintah mencoba mengamankan paket penyelamatan itu di tengah krisis ekonomi Sri Lanka yang semakin dalam. Belum ada tanggapan dari IMF tentang perkembangan negosiasi itu.
Negara berpenduduk 22 juta jiwa itu sudah kehabisan uang untuk mengimpor makanan, bahan bakar dan obat-obatan, serta telah gagal membayar utang internasionalnya.
Pengamat politik menilai, pemulihan stabilitas pemerintahan bisa menjadi faktor penting untuk mendapatkan paket dana talangan IMF tersebut.
Pengamanan di ibu kota Sri Lanka pun diperketat menjelang pemilihan presiden yang akan diselenggarakan pada Rabu (20/7), setelah sebelumnya diadakan nominasi para kandidat di parlemen pada Selasa (19/7).
Wickremesinghe diperkirakan menjadi salah satu kandidat yang meraih banyak suara, setelah partai penguasa yang menduduki kursi terbanyak di parlemen Sri Lanka mengatakan akan mendukungnya, meski beberapa anggota partai menolak hal itu.
Para pengunjuk rasa juga sebelumnya telah menuntut pengunduran dirinya dan mengatakan akan terus berunjuk rasa untuk menggulingkannya bila sampai ia memenangkan pemilihan.
“Ia mewakili sistem yang sama dengan Rajapaksa. Bukan itu yang kami inginkan. Kami ingin perubahan sejati,” ungkap Vraie Balthazaar yang mewakili kelompok pemuda yang berunjuk rasa.
Para demonstran menuduh Rajapaksa dan keluarganya, yang mengendalikan pemerintahan, telah salah dalam mengelola ekonomi negara itu dan melakukan korupsi. [rd/em]
Beberapa informasi dalam laporan ini berasal dari The Associated Press dan Reuters
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.