Kabinet Jepang Rencanakan Pemakaman Kenegaraan Bagi Abe di Tengah Pro-Kontra

Kabinet Jepang pada hari Jumat (22/7) secara resmi memutuskan untuk menggelar pemakaman kenegaraan pada tanggal 27 September bagi mantan Perdana Menteri Shinzo Abe yang tewas dibunuh, di tengah perdebatan nasional terkait rencana yang disebut beberapa pihak sebagai upaya mengglorifikasi tokoh politik yang memecah belah.

Abe ditembak awal Juli saat berpidato kampanye di kota Nara. Penembakan itu mengejutkan negeri yang dikenal aman dan memiliki kontrol senjata yang ketat. Pelaku langsung ditangkap setelah menembak Abe dan ditahan untuk diinterogasi karena pihak berwenang berusaha untuk secara resmi mendakwa pelaku dalam kasus pembunuhan.

Kepala Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno mengatakan, pemakaman kenegaraan sudah sepantasnya dilakukan karena “kontribusi istimewa” Abe sebagai pemimpin Jepang yang terlama dan “kepemimpinannya yang luar biasa serta ketegasannya” dalam berbagai bidang, termasuk pemulihan ekonomi, promosi diplomasi yang berpusat pada aliansi Jepang-AS serta rekonstruksi pascatsunami 2011.

Orang-orang menyaksikan mobil jenazah yang mengangkut jenazah mantan perdana menteri Jepang Shinzo Abe saat meninggalkan Kuil Zojoji di Tokyo pada 12 Juli 2022. (Foto: AFP/Philip FONG)

Orang-orang menyaksikan mobil jenazah yang mengangkut jenazah mantan perdana menteri Jepang Shinzo Abe saat meninggalkan Kuil Zojoji di Tokyo pada 12 Juli 2022. (Foto: AFP/Philip FONG)

Matsuno mengatakan, pemakaman akan dilakukan dalam bentuk upcara non-keagamaan yang dilakukan di Nipon Budokan, sebuah arena yang awalnya dibangun untuk Olimpiade Tokyo 1964 dan kini populer sebagai tempat berolahraga, menggelar konser maupun acara kebudayaan.

Perdana Menteri Fumio Kishida pekan lalu mengumumkan rencana pemakaman kenegaraan, yang dipandang sebagian pihak sebagai cara untuk menstabilkan cengkeramannya pada kekuasaan dengan menyenangkan kaum ultra-konservatif yang mendukung Abe, yang memimpin sayap partai terbesar.

Rencana itu disambut beragam di kalangan pemimpin oposisi dan masyarakat. Beberapa menentang penggunaan uang pajak untuk pemakaman itu, sementara lainnya mengkritik partai pemerintahan Kishida yang mempolitisasi kematian Abe untuk mengkultuskannya dan berupaya mengakhiri perdebatan tentang warisannya yang amat memecah belah, termasuk kebijakan diplomatik dan kemanannya yang agresif dan sikap revisionisnya tentang sejarah masa perang.

Pada hari Kamis, salah satu kelompok sipil yang menentang rencana pemakaman kenegaraan mengajukan permohonan perintah yang meminta Pengadilan Distrik Tokyo untuk menangguhkan keputusan Kabinet dan anggaran untuk acara tersebut, dengan mengatakan bahwa pemakaman yang disponsori negara tanpa persetujuan Parlemen melanggar hak konstitusional bebas berkeyakinan.

Puluhan pengunjuk rasa berdiri di luar gedung kantor perdana menteri hari Jumat untuk menentang keputusan Kabinet. Salah seorang pemimpin pihak oposisi, Mizuho Fukushima, mengatakan bahwa keputusan itu tidak didasarkan pada konsensus publik, tidak memiliki dasar hukum dan harus dibatalkan.

Pemakaman pribadi Abe sudah lebih dulu diadakan di kuil Tokyo dan dihadiri oleh sekitar 1.000 pelayat, termasuk anggota parlemen, pemimpin bisnis, dan lainnya.

Pembunuhan Abe menyoroti hubungan ia dan partainya yang dipertanyakan selama puluhan tahun dengan Gereja Unifikasi.

Tersangka penembakan, Tetsuya Yamagami, 41 tahun, telah memberi tahu polisi alasannya membunuh Abe karena kaitannya dengan kelompok keagamaan yang dibencinya. Pernyataannya dan bukti-bukti lain menunjukkan bahwa tersangka tertekan karena sumbangan besar ibunya ke gereja itu telah membuat keluarganya bangkrut. [rd/pp]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan