tribun-nasional.com – Sebanyak lebih dari 20.000 orang dinyatakan meninggal dunia akibat bencana gempa bumi yang berpusat di Turki pada Senin, 6 Februari 2023. Bencana di Turki kali ini memakan korban jiwa yang lebih banyak dari gempa dan tsunami yang terjadi di Jepang pada 2011 silam.
Berdasarkan laporan media Hurriyet dan media-media asing termasuk Nikkei, disebutkan bahwa sekitar 17.600 orang tewas di Turki dan 3.300 jiwa di Suriah.
Dengan demikian, total jumlah korban jiwa sudah hampir 21.000 orang. Angka tersebut melebihi jumlah korban gempa dan tsunami di Jepang pada 2011 yang mencapai 18.400 jiwa.
Pada 1939 silam, Turki juga pernah diguncang gempa besar yang dipicu oleh pergerakan sesar Anatolia Utara. Namun kali ini, gempa berkekuatan magnitudo 7,7 di Turki terjadi akibat pergerakan sesar Anatolia Timur di bagian tenggara dan selatan negara itu.
Hingga 9 Februari 2023 sekitar pukul 21.00 WIB, badan penanggulangan bencana dan kedaruratan Turki (AFAD) menyebut korban meninggal masih sebanyak 16.170 orang. Namun, baik media massa Turki maupun asing sudah memperbarui lagi angka itu menjadi lebih dari 17.000 orang.
Menurut laporan media Hurriyet, tim SAR berpacu dengan waktu untuk mengevakuasi korban yang terjebak di bawah reruntuhan bangunan yang roboh akibat guncangan gempa.
Dilansir Pikiran-Rakyat.com dari Antara pada 10 Februari 2023, pihak keluarga dari orang-orang yang terjebak di balik reruntuhan itu berdiam di sekitar lokasi untuk memastikan keluarganya selamat atau mendapatkan pertolongan.
Media Wall Street Journal melaporkan bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berjanji akan membangun kembali setiap rumah yang ambruk dan hancur akibat guncangan gempa.
Erdogan juga sudah mulai menerapkan hukum darurat yang pernah diberlakukan terakhir kalinya ketika terjadi percobaan kudeta pada 2016 lalu.
Sedangkan di Suriah, ada konvoi bantuan PBB untuk pertama kalinya memasuki daerah barat laut negara itu yang dikuasai pemberontak.
Daerah itu menjadi salah satu yang terparah terdampak gempa. Di sana sebelumnya dikepung oleh pasukan pemerintahan Presiden Suriah Bashar al Assad.***