Partai Baru Harus Bekerja Keras untuk Raih Simpati Publik

Sejumlah partai politik baru yang akan meramaikan kontestasi politik pada pemilu 2024 mendatang tampaknya masih harus bekerja keras untuk dapat meraih simpati publik agar dapat melenggang mulus ke Senayan.

Terbukti dari survei terbaru yang dirilis oleh lembaga survei Indopol pada Selasa (26/7), sejumlah partai politik baru belum berhasil mengubah tingkat popularitas yang telah mereka raih menjadi dukungan yang berarti.

Direktur Eksekutif Indopol Ratno Sulistiyanto mengatakan dari 1.230 responden yang ikut serta dalam survei tersebut, hanya sebagian kecil yang mengatakan bahwa mereka akan memilih partai politik baru dalam pemilu 2024.

“Ada partai baru yang cukup diapresiasi sebesar 3,3 persen,” ujar Ratno dalam acara peluncuran survei tersebut di Jakarta.

Ratno mengatakan hasil survei menunjukkan bahwa sejumlah partai baru ini berhasil mempenetrasi dari segi popularitas. Sebesar 14,31 persen responden misalnya mengetahui akan keberadaan Partai Gelora. Partai Ummat, yang didirikan oleh mantan politisi senior Amien Rais, menyusul popularitas Partai Gelora dengan 13,33 persen responden yang mengetahui tentang keberadaan partai tersebut.

Namun, tingkat popularitas tersebut tidak serta merta dapat diterjemahkan pada potensi pemilih. Partai Gelora, yang meraih suara popularitas tertinggi dalam survei, hanya berhasil menarik 1,7 persen responden.

Sejumlah partai lama, ujar Ratno, masih menjadi yang terdepan dalam segi potensi pemilih. Hal tersebut terbukti dari hasil survei yang menunjukkan bahwa sekitar 18,94 persen responden akan memilih PDI Perjuangan, sementara 9,43 persen responden menjatuhkan pilihannya pada Partai Gerindra.

Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf mengatakan partai politik sebagai lembaga demokrasi memiliki tanggung jawab dalam menjaga demokrasi di dalam negeri yang ia nilai kini tengah mengalami kemunduran. Namun, menurutnya, hasil sejumlah lembaga survei justru menunjukkan kepercayaan publik kepada parpol relatif rendah.

“Dari tahun 2018 hingga 2022, melihat beberapa lembaga survei itu range kepercayaan publiknya ke parpol antara 40-60 persen saja pergeserannya,” tutur Al Araf.

Ia menjelaskan sejumlah faktor yang membuat kepercayaan publik kepada parpol rendah di antaranya yaitu tidak bisa menampung aspirasi publik dan pragmatisme partai yang diwarnai politik uang. Karena itu, menurut Al Araf partai-partai baru lebih jeli dalam menangkap aspirasi publik untuk mendapat dukungan dari masyarakat.

“Pergeseran aspirasi kepentingan politik itu tidak jauh-jauh isunya. Cuma dua isu sentral yaitu kemiskinan dan ekonomi, serta isu pemberantasan korupsi,” tambahnya. [sm/rs]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan