Reaksi Rusia Atas Kunjungan Mendadak Biden ke Ukraina

Reaksi Rusia Atas Kunjungan Mendadak Biden ke Ukraina

tribun-nasional.com – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden melakukan kunjungan mendadak ke Ukraina yang sedang diinvasi Rusia awal pekan ini. Kunjungan Biden itu memicu kemarahan dan membuat malu banyak pakar militer Moskow, serta memicu reaksi keras dari mantan seorang Presiden Rusia.

Seperti dilansir CNN, Selasa (21/2/2023), kunjungan bersejarah Biden yang dilakukan beberapa hari sebelum peringatan setahun invasi Rusia ke Ukraina itu menjadi dorongan simbolis untuk Kiev pada titik penting dalam konflik.

Namun di Moskow, kunjungan itu memancing kemarahan bagi kalangan pro-militer dan ultranasionalis. Terlebih kunjungan Biden dilakukan menjelang pidato Presiden Vladimir Putin di mana dia diperkirakan akan membanggakan pencapaian dalam apa yang disebutnya sebagai ‘operasi militer khusus’ Rusia di Ukraina.

“Biden di Kiev. Penghinaan yang sungguh-sungguh bagi Rusia,” sebut jurnalis Rusia Sergey Mardan dalam komentarnya via Telegram.

“Kisah hipersonik ajaib mungkin ditinggalkan bagi anak-anak. Seperti mantra soal perang suci yang kita kobarkan dengan seluruh negara Barat,” ujarnya. “Saya kira ada istirahat makan siang dalam perang suci,” sindir Mardan.

Veteran tentara Rusia dan mantan pejabat Dinas Keamanan Federal (FSB) Igor Girkin, secara terpisah, memberikan komentar sarkasme bahwa Biden bisa saja mengunjungi garis depan pertempuran di Ukraina bagian timur dan bisa pergi tanpa cedera.

“Tidak heran jika kakek (dia tidak baik untuk apapun kecuali provokasi) dibawa ke Bakhmut juga… Dan tidak akan ada yang terjadi padanya,” sebut Girkin.

Girkin termasuk dalam kalangan sejumlah blogger militer garis keras yang berulang kali mengkritik apa yang mereka anggap sebagai pendekatan ‘lunak’ di medan pertempuran oleh jenderal-jenderal Rusia.

Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

Bagi banyak orang, kunjungan Biden yang dilaksanakan dengan aman dan penuh kehati-hatian menjadi simbol lainnya bagi operasi militer Rusia yang goyah. Akun Telegram yang dikelola anggota Angkatan Darat dan Anggota Laut Rusia, Zapiski Michmana Ptichkina, menekankan bahwa Biden tiba di Kiev sebelum Putin.

“Nyaris setahun setelah dimulainya operasi militer khusus, kita menunggu di kota Rusia (Kiev)untuk Presiden Federasi Rusia, tapi bukan untuk (Presiden) Amerika Serikat,” sebutnya.

Sementara anggota parlemen senior Rusia Konstantin Kosachev, seperti dilansir Associated Press, menuduh kunjungan Biden itu merupakan bagian dari kampanye pencalonannya kembali dalam pilpres AS tahun 2024.

“Biden di Kiev untuk memulai kampanye pemilu dalam lingkungan paling heroik demi membuktikan kepada semua orang bahwa dia masih bisa ‘melakukannya seperti di masa lalu’. Kiev tidak memiliki pilihan untuk mencoba dan mendorong orang-orang ke pembantaian tak masuk akal sebagai bagian dari kampanye pemilu Biden,” tuding Kosachev dalam komentar via Telegram.

Kunjungan Biden ke Ukraina itu menjadi kunjungan yang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh seorang pemimpin AS ke zona perang yang aktif di mana Washington tidak memiliki kehadiran militer besar-besaran di sana. Beberapa jam sebelum Biden tiba di Kiev, otoritas AS memberitahu para pejabat Rusia soal kunjungan itu untuk ‘tujuan dekonflik’.

Belum ada komentar resmi Putin ataupun Kremlin soal kunjungan Biden itu.

Namun mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev menolak kunjungan Biden itu dan menuduh AS mendukung perang untuk Ukraina. Namun Medvedev menyebut Biden telah mendapatkan jaminan keamanan terlebih dulu, tanpa menjelaskan lebih lanjut siapa di Moskow yang memberikannya.

“Biden, setelah mendapat jaminan keamanan sebelumnya, akhirnya pergi ke Kiev,” ucap Medvedev, yang kini menjabat Wakil Kepala Dewan Keamanan Rusia.

“Dan tentu saja ada mantra-mantra bersama soal kemenangan yang akan datang dengan persenjataan baru dan orang-orang pemberani,” sindirnya.

“Dan di sini penting untuk ditekankan bahwa Barat telah memberikan persenjataan dan uang kepada Kiev secara teratur. Dalam jumlah besar, yang memungkinkan kompleks industri militer negara-negara NATO mendapatkan uang dan mencuri senjata untuk dijual kepada teroris di seruluh dunia,” sebut Medvedev.