tribun-nasional.com – Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu adalah satu-satunya terdakwa pembunuhan berencana dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat yang mendapatkan vonis paling ringan.
Tak hanya divonis sangat ringan, Polri juga memutuskan untuk tetap mempertahankan Richard Eliezer sebagai anggotanya.
Kedua putusan ini lantas menjadi ‘kemenangan’ telak bagi Richard dibandingkan para terdakwa kasus pembunuhan berencana lainnya, termasuk Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Dalam perkara pembunuhan Brigadir J, mantan ajudan Ferdy Sambo itu hanya mendapat vonis satu tahun enam bulan penjara.
Vonis itu jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Richard pidana 12 tahun penjara.
Ada sejumlah pertimbangan dari hakim atas vonis itu, di antaranya terkait status Bharada E sebagai justice collaborator (JC) dan kejujurannya mengungkap kasus kematian Yosua.
Dalam perkara yang sama Richard didakwa melakukan pembunuhan berencana bersama Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi. Serta, rekan sesama ajudan yaitu Ricky Rizal atau Bripka RR, dan asisten rumah tangga (ART) keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf.
Para terdakwa lainnya dituntut hukuman lebih dari 10 tahun penjara. Ferdy Sambo divonis hukuman mati, Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara, Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara, dan Ricky Rizal divonis 13 tahun penjara.
Dalam kasus ini, Ferdy Sambo lebih dahulu menjalani sidang etik Polri. Hasilnya, Mantan Kadiv Propam itu dipecat. Bandingnya pun ditolak Polri.
Richard Elieizer tak dipecat dari Polri
Sejumlah pertimbangan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga dijadikan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri dalam menggelar sidang komisi kode etik Polri (KKEP) terhadap Richard.
Meski tetap mempertahankan Bharada E sebagai anggota di Kapolisian, pimpinan komisi kode etik juga memberikan sanksi satu tahun demosi kepada terdakwa Richard
“Demosi di fungsi Yanma (Satuan Pelayanan Markas). Jadi dalam masa satu tahun yang bersangkutan ditempatkan di tamtama Yanma Polri,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (22/2/2023).
Menurut Ramadhan, Richard Eliezer juga telah melanggar sederet pasal terkait etika di Polri. Maka itu, ia juga diharuskan meminta maaf secara tertulis.
Adapun pasal yang dilanggar, Pasal 13 ayat 1 PP nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 5 ayat (1) huruf o dan atau Pasal 6 ayat (2) huruf b dan atau Pasal 8 huruf b dan c dan atau Pasal 10 ayat 1 huruf f dan atau Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 5 Perpol nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
Sembilan pertimbangan Polri
Ramadhan juga menyebutkan sembilan pertimbangan pimpinan komisi kode etik dalam memutuskan sanksi untuk Richard Eliezer.
Pertama, Richard belum pernah dihukum melakukan pelanggaran etika ataupun disiplin.
Kedua, Richard mengakui kesalahan dan menyesali perbuatan.
Ketiga, Richard menjadi justice collaborator atau saksi yang bekerja sama, di mana saksi lainnya berusaha mengaburkan fakta dengan berbagai cara merusak menghilangkan barang bukti dan menggunakan kekuasaan.
“Tetapi justru kejujuran terduga pelanggar dengan berbagai risiko telah turut mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi,” imbuhnya.
Keempat, Richard bersikap sopan, sehingga sidang berjalan lancar dan terbuka.
Kelima, Richard masih berusia muda yakni 24 tahun, dan sudah menyesali perbuatannya, serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Keenam, Richard meminta maaf kepada keluarga Brigadir Yosua atas perbuatannya yang terpaksa menembak. Keluarga Yosua pun sudah memberikan maaf.
Ketujuh, semua perbuatan Richard dalam keadaan terpaksa dan tidak berani menolak perintah atasan.
Kedelapan, jenjang kepangkatan Richard dan Ferdy Sambo sangat jauh sehingga tidak bisa menolak perintah.
Kesembilan, Richard sudah memberi keterangan sejujurnya sehingga kasus itu dapat terungkap.
Ferdy Sambo dkk jadi saksi dalam sidang etik
Dalam pelaksanaan sidang etik terhadap Richard Eliezer, komisi kode etik Polri juga memanggil delapan saksi termasuk Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal.
Namun demikian, ketiga terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua itu tidak hadir langsung di ruang sidang etik karena kendala perizinan.
“Tiga ini (Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal) masalah perizinan,” ujar Ramadhan.
Adapun Ferdy Sambo sedang mendekam di Rumah Tahanan Mako Brimob. Sedangkan, Ricky Rizal dan Kuat ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
Meski ketiga saksi tidak hadir langsung, namun keterangan tertulis mereka tetap akan dibacakan dalam persidangan.
“Semua keterangan secara tertulis dan dibacakan di muka sidang KKEP (Komisi Kode Etik Kepolisian),” ucapnya.
Selanjutnya, Ramadhan mengatakan, ada dua saksi juga yang berhalangan hadir karena sakit, yaitu Kombes Murbani Budi Pitono (MBP) dan Iptu inisial Januar Arifin (JA).
Keterangan Kombes Murbani dan Iptu Januar yang diberikan secara tertulis juga akan dibacakan di ruang sidang etik.
Dalam sidang etik Richard Eliezer, Ramadhan mengatakan, saksi yang hadir secara langsung adalah AKP DC, Ipda S, dan Ipda AM.
“Jadi, dari keseluruhan delapan saksi yang dipanggil. Yang hadir langsung dan beri keterangan langsung ada tiga. Sisanya dibacakan,” katanya.
Harapan keluarga
Sidang etik tersebut berlangsung sekitar 10 jam sejak pukul 10.00 WIB hingga 17.30 WIB di Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta, Rabu kemarin.
Atas putusan etik terhadapnya, Bharada E tidak banding dan menerima semua keputusan.
Terpisah, Koordinator tim penasihat hukum terdakwa Richard Eliezer, Ronny Talapessy menghormati putusan etik yang telah dijatuhkan Polri terhadap kliennya.
“Tanggapan saya sebagai koordinator tim penasihat hukum RE (Richard Eliezer), putusan itu kami apresiasi dan kami hormati,” kata Ronny saat berbincang dengan Kompas.com.
Ia enggan berkomentar menilai putusan itu tepat atau tidak. Menurut Ronny sidang etik sifatnya tertutup, sehingga itu menjadi ranah internal Polri.
Selain itu, Ronny memandang bahwa putusan komisi etik yang mempertahankan Richard Eliezer sebagai bagian dari Polri merupakan harapan dari kliennya dan juga keluarga.
Ronny menegaskan, keluarga sangat berharap Bharada E dapat kembali bertugas di Polri setelah menjalani proses hukum.
“Putusan ini sesuai dengan harapan keluarga dan RE secara pribadi yang masih ingin mengabdi kepada Polri terutama kepada nusa dan bangsa,” kata Ronny.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.