tribun-nasional.com – Beberapa waktu terakhir mencuat fenomena pemilik rumah menjual asetnya dengan harga murah. Ada yang dijual karena pemilik butuh uang alias BU, ada yang dijual dengan iming-iming hanya jual tanah alias bangunan ‘gratis’.
Dari pantauan CNBC Indonesia di platform penjualan online, rumah-rumah itu diobral dengan harga miring. Dikutip dari Lamudi, salah satunya properti di lokasi di Jakarta Selatan di banderol harga Rp 8,95 juta, dengan luas tanah 300 M2 dan bangunan 349 M2.
“Rumah Tua Hitung Tanah belakang Grand lucky Radio Dalam dekat Gandaria, pondok Indah Kebayoran Baru Jakarta Selatan,” jelas pemasang iklan.
Selain itu ada properti dijual Rp 57 miliar. Sang penjual menyampaikan hanya menjual tanah, sedangkan bangunan tua tak dihitung. Fenomena ini banyak ditemukan penawaran rumah-rumah di kawasan elite.
Masih mengutip Lamudi, di Serpong pun ditemukan rumah-rumah dijual jauh di bawah Rp 1 miliar. Misalnya, iklan harga yang ditawarkan Rp 875 juta di kawasan elite Serpong.
Ada juga pengiklan yang memasang rumahnya di lokasi yang sama dengan status BU, harga yang ditawarkan Rp 950 juta, dengan luas bangunan 60 M2 dan luas tanah 84 M2.
Pemasang iklan lainnya menawarkan rumah luas lahan 72 M2 dan bangunan 65 M2, harganya Rp 900 juta. Juga ada yang menawarkan ‘rumah standard’ di kawasan lama Serpong harganya Rp 990 juta, luas tanah 84 M2 dan bangunan 65 m2.
Lalu mengapa hal ini bisa terjadi?
Ketua Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (Arebi) Lukas Bong mengatakan bahwa untuk kawasan-kawasan elite memang tipikal penjualnya seperti itu karena umumnya properti yang dijual adalah bangunan tua atau lama, bangunan yang dijual belum tentu sesuai dengan selera pembelinya.
“Fenomena itu karena bangunan tua, Kebayoran Baru, Pondok Indah seperti itu, jadi kalau bangunan nggak dihitung bangunan lebih 10-15 tahun, nggak ada selera pemilik baru,” katanya kepada CNBC Indonesia pada awal pekan ini.
“Ada juga marketing, jadi sudah dinaikkan harga tanahnya, kecuali bangunan sudah tua sekali,” pungkasnya.