tribun-nasional.com – Majelis hakim yang menangani kasus tersangka Ferdy Sambo dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) diperkirakan tidak akan menjatuhkan hukuman tertinggi yakni pidana mati.
Menurut Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun , hakim kemungkinan akan menghukum Ferdy Sambo dengan setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya.
“Hakim tetap menggunakan legal justice, keadilan hukum, kepada semua pihak. Hakim tidak akan berpikir menghukum berat atau seberat-beratnya. Hakim berpikir menghukum setimpal dengan perbuatannya,” ucap Gayus Lumbuun seperti dikutip dari kanal YouTube Kompas TV, Minggu (9/10/2022).
Selain itu, kata Gayus, berat hukuman yang bakal diberikan hakim kepada Sambo juga sangat tergantung dari konstruksi perkara dalam surat dakwaan, kelengkapan barang bukti, kesesuaian keterangan saksi-saksi, hingga pembuktian dalam persidangan.
“Nah ini tentu ada keseimbangan antara social justice dengan legal justice-nya. Sangat tergantung penyidikan menjadikan dakwaan jaksa, dakwaan akan menjadikan putusan hukuman hakim, nah ini kira-kira rangkaian dari perjalanan perkara ini.”
Gayus mengatakan, proses persidangan yang dijalani Ferdy Sambo dkk masih berada di tingkat paling pertama.
Maka dari itu, kata Gayus, masih akan ada upaya hukum lain atau setelah ada putusan di pengadilan negeri, yakni di tingkat pengadilan tinggi, kasasi, hingga peninjauan kembali di Mahkamah Agung.
“Ini kan masih di tingkat PN, di bawah, nanti ada PT dan ada dua upaya hukum lainnya biasa dan luar biasa seperti kasasi dan PK (Peninjauan Kembali),” ucap Gayus.
“Masih ada jenjang-jenjang lebih tinggi untuk mengadili secara adil,” lanjut Gayus.
Penyidik tim khusus (Timsus) Polri sudah melaksanakan pelimpahan tahap II dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Mereka melimpahkan berkas perkasa, barang bukti, sampai tersangka yang berjumlah 5 orang kepada jaksa penuntut umum.
Para tersangka yang diserahkan kepada jaksa penuntut umum adalah Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf.
Kelimanya disangkakan diduga melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sementara untuk perkara obstruction of justice di penyidikan Brigadir J telah ditetapkan tujuh tersangka, termasuk Ferdy Sambo.
Sedangkan enam tersangka lain adalah Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Para tersangka obstruction of justice itu diduga melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 55 ayat (1) dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.
Berkas perkara seluruh tersangka pembunuhan berencana dan obstruction of justice di kasus Brigadir J telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejagung sejak 28 September 2022.
Sebelum dilimpahkan ke Kejaksaan Agung, Ferdy Sambo dan Putri menjalani pemeriksaan kesehatan.
“Semua dinyatakan sehat,” kata Kepala Biro Multimedia Divisi Humas Polri Brigjen Gatot Repli Handoko di Mabes Polri, Jakarta.
Menurut Gatot, setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan, penyidik langsung membawa para tersangka ke Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk dilakukan pelimpahan tahap II.
Setelah pelimpahan tahap II meliputi berkas perkara, barang bukti, dan tersangka, maka jaksa penuntut umum diberi waktu 20 hari untuk menyusun surat dakwaan para tersangka.
Surat dakwaan itu kemudian akan didaftarkan bersama berkas perkara ke pengadilan yang berada dalam wilayah hukum tempat terjadinya perkara (locus delicti).
Karena dalam kasus ini tempat kejadian perkara (TKP) berada di Kompleks Polri Duren Tigas, maka lembaga peradilan yang berwenang mengadili perkara itu adalah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam proses pelimpahan tahap II itu, wewenang penahanan para tersangka pun beralih dari penyidik timsus Polri kepada jaksa penuntut umum.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terdapat ketentuan yang mengatur jangka waktu penahanan tersangka setelah pelimpahan tahap II sebelum diadili.
Menurut Pasal 25 KUHAP, jaksa penuntut umum diberi wewenang untuk menahan tersangka selama 20 hari. Setelah itu, tersangka harus dihadirkan ke pengadilan supaya perkaranya diadili.
Akan tetapi, jika diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan, maka masa penahanan tersangka dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan negeri yang berwenang mengadili perkara itu paling lama 30 hari.