Selaparang Mataram kembangkan maggot kurangi sampah rumah tangga

tribun-nasional.com – Pemerintah Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengembangkan budi daya maggot untuk mengurangi sampah rumah tangga yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Camat Selaparang Zulkarwin di Mataram, Kamis, mengatakan budi daya maggot di Kecamatan Selaparang masih fokus di Kelurahan Monjok Timur yakni di Lingkungan Karang Tatah.

“Budi daya maggot yang dikelola oleh pemuda kreatif tercatat telah mampu mengolah 1,6 ton sampah rumah tangga per bulan,” katanya.

Bahkan, lanjutnya, pemuda kreatif kekurangan sampah rumah tangga sebagai pakan maggot, sehingga mereka sampai mencari sampah rumah tangga ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Lawatan Gomong.

“Harapannya, upaya pengurangan sampah melalui budi daya maggot ini bisa terus dikembangkan agar pembuangan sampah ke TPA terus berkurang secara bertahap,” katanya.

Lurah Monjok Timur Sumanto yang ditemui di lokasi budi daya maggot di Lingkungan Karang Tatah mengatakan, Pemuda Kreatif Monjok Timur ini saat ini sudah panen maggot empat kali.

“Satu kali panen pada lahan budi daya sekitar 4×3 meter per 14 hari, kita dapat 79 kilogram dari pelepasan 10 gram telur maggot,” katanya.

Maggot yang dihasilkan, kata dia, dikirim langsung ke Mataram Maggot Center (MMC) di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kebon Talountuk dijual.

Harga satu kilogram maggot basah berkisar Rp6.000-7.000 yang digunakan sebagai pakan ternak. Bahkan, informasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) jika maggot bisa diolah menjadi tepung dengan harga jual Rp70 ribu per kilogram.

Menurutnya, pengolahan sampah rumah tangga seperti bekas buah, nasi basi, sayur, dan lainnya dinilai paling efektif dan cepat terurai melalui sistem budidaya maggot.

“Dibandingkan dengan komposter, pengolahan sampah dengan maggot jauh lebih efektif,” katanya.

Ia mengatakan, untuk sampah organik khususnya jenis daun bisa diurai maggot, tetapi daun harus dicacah kecil-kecil sementara alat tersebut belum dimiliki sehingga jika kekurangan sampah, pengelola mencacah daun-daun secara manual.

“Kami ingin ke depan punya alat pencacah sampah dan oven untuk mengeringkan maggot, sehingga kita bisa jual dalam kondisi kering,” katanya.

Sumanto mengatakan, partisipasi masyarakat mendukung budi daya maggot di sekitar wilayah itu sudah cukup baik. Pasalnya, masyarakat sudah bisa memilah sampah dari rumah tangga.

“Sekarang banyak warga yang datang mengantar sampahnya tanpa kita minta ke rumah mereka,” katanya.

Tinggalkan Balasan