Setahun Jelang Pemilu 2024, Waspadai 4 Isu yang Membahayakan Pemilu 14 Februari

Setahun Jelang Pemilu 2024, Waspadai 4 Isu yang Membahayakan Pemilu 14 Februari

tribun-nasional.com – Pemilu 2024 tinggal berjarak setahun persis dari hari ini, 14 Februari 2023 ke 14 Februari 2024.

Setahun jelang pemungutan suara, rupanya masih terdapat berbagai isu yang bisa mengubah nasib Pemilu 2024.

Sejumlah isu bisa membuat integritas Pemilu 2024 dipertanyakan. Sebagian isu lain justru lebih parah, yakni bermuara pada batalnya pemilu.

Apa saja?

1. Perpanjangan masa jabatan presiden

Isu penundaan Pemilu 2024 yang berdampak pada perpanjangan masa jabatan Presiden RI Joko Widodo sempat mengemuka pada triwulan awal 2022.

Adalah Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar yang pertama kali melontarkan isu liar tersebut dengan beragam dalih, salah satunya pemulihan ekonomi pascapandemi.

Deretan menteri Jokowi, sebut saja Menkomarves Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Investasi Bahlil Labadila mendukung isu itu terang-terangan, dengan klaim basis big data yang tak pernah terbukti sampai sekarang.

Sejumlah pejabat negara lain pun tak secara tegas menepis isu inkonstitusional ini, mulai dari Ketua MPR RI Bambang Soesatyo hingga Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti.

La Nyalla sendiri akhirnya mendaftarkan diri kembali sebagai bakal calon senator ke KPU RI dengan menyerahkan syarat dukungan minimal, sebuah sikap yang mengisyaratkan bahwa Pemilu 2024 akan berlangsung sesuai jadwal.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah berulang kali menyatakan keyakinan mereka bahwa Pemilu 2024 berlangsung sesuai jadwal karena sejumlah hal, salah satunya adalah kehadiran Jokowi dalam Konsolidasi Nasional (Konsolnas) KPU maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) baru-baru ini pada akhir Desember 2022.

“Dalam pandangan kami, itu indikator bahwa pemerintah memberikan dukungan pemilu berjalan tepat waktu sesuai regularitas 5 tahun,” ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari kepada wartawan, Rabu (21/12/2022).

Hasyim juga menyinggung bahwa pemerintah-DPR sudah menyepakati anggaran untuk KPU dan Bawaslu untuk tahun 2023 dan 2024.

KPU pun sudah menerima Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari pemerintah dan kini sedang melakukan coklit (pencocokan dan penelitian) data itu di lapangan.

Namun, baru-baru ini Ketua MPR Bambang Soesatyo menggulirkan isu itu lagi.

“Tentu kita juga mesti menghitung kembali, karena kita tahu bahwa penyelenggaraan pemilu selalu berpotensi memanaskan suhu politik nasional, baik menjelang, selama, hingga pasca penyelenggaraan pemilu,” kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu dalam tayangan YouTube Poltracking Indonesia, Kamis (8/12/2022).

“Nah ini juga harus dihitung betul, apakah momentumnya (Pemilu 2024) tepat dalam era kita tengah berupaya melakukan recovery bersama terhadap situasi ini. Dan antisipasi, adaptasi terhadap ancaman global seperti ekonomi, bencana alam, dan seterusnya,” ujar politisi Partai Golkar itu.

2. Penghapusan jabatan gubernur dan DPRD provinsi

Masih orang yang sama, Muhaimin Iskandar, juga mengusulkan agar jabatan gubernur dihapus karena dinilai tidak efisien dibandingkan ongkos membiayai pemilihan gubernur (pilgub)

Eksesnya, pilgub yang seyogianya digelar pada 27 November 2024 diusulkan juga ditiadakan, begitu pun pemilihan legislatif (pileg) tingkat DPRD provinsi yang seyogianya digelar 14 Februari 2024.

“Otomatis (DPRD selevel provinsi dihapus), otomatis,” sebut Muhaimin di sela acara Ijtima Ulama Jakarta yang diselenggarakan PKB di Hotel Novotel, Cikini, Kamis (2/2/2023).

Dalam kesempatan yang sama, ia memastikan bahwa usulan dihapusnya pemilihan gubernur secara langsung oleh rakyat ditargetkan untuk Pemilu 2024.

“Bertahap. Pilgub dulu (dihapus). Jangka pendeknya pilgub karena melelahkan tiga (pemilu): pilpres, pilgub, pilkada kabupaten/kota. Cukup atas dan bawah, tengah enggak usah. Atas itu pilpres, bawah itu pilbup dan pilwalkot. Ya kalau bisa 2024,” jelas Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Usul Muhaimin mendapatkan respons negatif dari berbagai kalangan. Para anggota Komisi II DPR RI ramai-ramai mengecam.

Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini, menilai bahwa usulan Muhaimin sulit terwujud sebab jabatan gubernur diatur oleh UUD 1945.

“Sedangkan amendemen konstitusi di tengah situasi saat ini hanya akan membuka kotak pandora bagi munculnya isu-isu kontroversial lainnya. Bukan suatu pilihan yang momentumnya tepat,” kata Titi kepada Kompas.com.

KPU sependapat bahwa jabatan gubernur diatur oleh UUD 1945.

Lembaga penyelenggara pemilu itu menilai bahwa setidaknya, tanpa amendemen konstitusi, dibutuhkan putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penafsir tunggal UUD 1945 untuk menentukan apakah usul Muhaimin bisa menjadi kenyataan.

3. Sistem pileg proporsional terbuka dan tertutup

Keriuhan soal sistem pileg mencuat setelah awak media ramai memberitakan ucapan Hasyim dalam Catatan Akhir Tahun 2022 KPU RI, Desember lalu.

Ketika itu, Hasyim mengomentari adanya uji materiil di MK atas UU Pemilu yang mempersoalkan sistem pileg.

Uji materiil perkara bernomor 114/PUU-XX/2022 itu sendiri didaftarkan ke MK pada 1 November 2022 dan belum menjadi wacana publik sebelum komentar Hasyim ramai diberitakan.

Hasyim saat itu berujar, dengan adanya uji materiil di MK, warga yang merasa dirinya bakal calon anggota legislatif (caleg) dinilai tidak perlu memasang spanduk atau alat peraga lainnya pada saat ini, sebab ada kans sistem pileg beralih dari proporsional terbuka ke proporsional tertutup.

Pernyataan yang meluncur dari pimpinan tertinggi lembaga penyelenggara pemilu membikin banyak partai politik kebakaran jenggot.

Mengesampingkan perkubuan politik praktis, 8 dari 9 partai politik di parlemen kompak bersatu menolak perubahan sistem pileg, mengasingkan PDI-P yang bersikap sebaliknya.

Sejumlah pakar menilai, keresahan mayoritas partai politik disebabkan karena tradisi partai politik menghadapi pileg sangat berorientasi pada kerja caleg di lapangan sebagai mesin peraup suara.

Dengan sistem proporsional tertutup , partai politik harus bekerja lebih keras karena pemilih hanya mencoblos lambang partai politik, bukan caleg.

Partai-partai politik penolak sistem proporsional tertutup lalu ramai-ramai mengajukan diri sebagai pihak terkait untuk uji materiil yang tengah bergulir di MK.

Namun demikian, MK dinilai juga tidak dapat mengubah sistem pemilu. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut beberapa alasan.

Pada intinya, mereka menilai bahwa perubahan sistem pemilu yang bersifat kompleks seharusnya dibahas dengan komprehensif para pembentuk undang-undang, dalam hal ini DPR dan pemerintah, melalui proses legislasi yang transparan dan akuntabel serta partisipatif.

4. Dugaan kecurangan pada verifikasi parpol

Satu hal lain yang berpotensi mencoreng integritas penyelenggaraan pemilu adalah permulaan yang diduga curang pada tahapan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Mulanya, isu ini diembuskan gabungan LSM yang mengatasnamakan diri Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih.

Belakangan, masalah ini sudah terverifikasi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan lembaga penegak etik itu sudah menggelar persidangan soal ini sejak Rabu (8/2/2023).

KPU dianggap memberikan instruksi kepada jajaran di daerah guna bantu meloloskan sejumlah partai politik yang diduga tidak memenuhi syarat keanggotaan.

Perkara ini diadukan anggota KPU Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, Jeck Stephen Seba, pada 21 Desember 2022 lewat kuasa hukumnya: Alghiffari Aqsa, Fadli Ramadhanil, Ibnu Syamsu Hidayat, Imanuel Gulo, Airlangga Julio, Yokie Rahmad Isjchwansyah, Hilma Gita, dan Ikhsan L. Wibisono.

Para kuasa hukum ini berafiliasi dengan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih.

Sembilan teradu yang notabene jajaran penyelenggara pemilu di KPU Sulawesi Utara dan Kabupaten Sangihe diduga mengubah status tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS) dari Partai Gelora, Partai Garuda, PKN, dan Partai Buruh dalam proses verifikasi administrasi, verifikasi administrasi perbaikan, verifikasi faktual, dan verifikasi faktual perbaikan.

Perubahan ini diduga melibatkan rekayasa data berita acara dalam Sipol (Sistem Informasi Partai Politik) dalam kurun waktu 7 November sampai dengan 10 Desember 2022.

Sembilan teradu ini terbagi atas beberapa kategori.

Kategori pertama, jajaran komisioner KPU Sulawesi Utara, terdiri dari Meidi Yafeth Tinangon selaku ketua serta Salman Saelangi dan Lanny Anggriany Ointu sebagai anggota.

Kategori kedua, dari kesekjenan KPU Sulawesi Utara, yaitu Lucky Firnando Majanto selaku sekretaris dan Carles Y. Worotitjan sebagai kepala bagian teknis penyelenggaraan pemilu, partisipasi, humas, hukum, dan SDM.

Kategori ketiga, jajaran komisioner KPU Kabupaten Sangihe, yaitu Elysee Philby Sinadia selaku ketua serta Tomy Mamuaya dan Iklam Patonaung sebagai anggota.

Kategori keempat, dari kesekjenan KPU Kabupaten Sangihe, adalah Jelly Kantu selaku kepala subbagian teknis dan hubungan partisipasi masyarakat.

Sementara itu, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik turut diadukan dalam perkara yang sama meski dianggap tidak terlibat langsung dalam dugaan kecurangan verifikasi partai politik.

Ia diadukan karena dianggap “menyampaikan ancaman di hadapan seluruh peserta Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia” yang digelar di Convention Hall Beach City Entertaiment Center (BCEC), Ancol, Jakarta Utara.

“Ancaman”, tersebut terkait perintah agar jajaran KPUR tegak lurus arahan dan bagi yang melanggar akan “dimasukkan ke rumah sakit”.

Di luar ruang sidang, kasus ini juga sempat dilaporkan secara politis ke Komisi II DPR RI. Dedengkot koalisi yang juga mantan komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay, membocorkan percakapan yang diklaim antaranggota KPU daerah, yang isinya menyebut-nyebut keterlibatan Istana dan jajaran pemerintahan di tingkat pusat dalam kecurangan ini yang belakangan dibantah pemerintah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.