AI Bisa Bawa Perang Nuklir Baru, 60 Negara Buka Suara

AI Bisa Bawa Perang Nuklir Baru, 60 Negara Buka Suara

tribun-nasional.com – Kecerdasan buatan atau AI bikin militer di beberapa negara was-was. Belakangan teknologi tersebut memang tengah menggemparkan dunia. Namun kehadirannya menimbulkan kekhawatiran akan dampak yang berpotensi membahayakan masyarakat.

AI disebut tidak hanya dapat mengancam pekerjaan dan kreativitas manusia, tetapi penggunaan mesin pintar dalam peperangan dapat menimbulkan konsekuensi bencana.

Untuk mengatasi bahaya ini, KTT global pertama tentang Kecerdasan Buatan yang Bertanggung Jawab di Domain Militer (REAIM) diadakan minggu lalu. Pertemuan itu mengarah pada negara-negara yang menandatangani perjanjian untuk menempatkan penggunaan AI yang bertanggung jawab dalam agenda politik.

Diselenggarakan bersama oleh Belanda dan Korea Selatan minggu lalu di Den Haag, konferensi REAIM dihadiri oleh perwakilan dari lebih dari 60 negara, termasuk China.

Para menteri, delegasi pemerintah, dan organisasi industri serta sipil berpartisipasi dalam pembicaraan tersebut. Diketahui Rusia tidak diundang untuk ambil bagian, sedangkan Ukraina tidak hadir.

Semua peserta menegaskan bahwa negara-negara berkomitmen untuk mengembangkan dan menggunakan AI di bidang militer sesuai dengan kewajiban hukum internasional. Dan dengan cara yang tidak merusak keamanan, stabilitas, dan akuntabilitas internasional.

Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Pengendalian Senjata Bonnie Jenkins menyerukan penggunaan AI yang bertanggung jawab dalam situasi militer.

“Kami mengundang semua negara untuk bergabung dengan kami dalam menerapkan norma-norma internasional, karena berkaitan dengan pengembangan militer dan penggunaan AI dan senjata otonom,” kata Jenkins, dikutip dari Techspot, Rabu (22/2/2023).

“Kami ingin menekankan bahwa kami terbuka untuk terlibat dengan negara manapun yang tertarik untuk bergabung dengan kami,” imbuhnya.

Perwakilan China Jian Tan mengatakan dalam KTT bahwa negara-negara harus menentang dalam mencari keuntungan militer absolut dan hegemoni melalui AI, dan bekerja melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Masalah lain yang disepakati oleh para penandatangan termasuk penggunaan di AI militer, konsekuensi yang tidak diinginkan dari penggunaannya, risiko eskalasi, dan bagaimana manusia terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

Pada 2019, DoD mengatakan manusia akan selalu memiliki keputusan akhir tentang apakah sistem senjata otonom bisa menembak sasaran hidup.

Adapun konsekuensi yang tidak diinginkan dalam pernyataan itu, beberapa orang khawatir dorongan India ke dalam sistem militer bertenaga AI dapat menyebabkan perang nuklir dengan Pakistan melalui peningkatan risiko serangan pre-emptive.

Di satu sisi peserta mencatat manfaat penggunaan AI dalam konflik, terutama di Ukraina, di mana pembelajaran mesin dan teknologi lainnya telah digunakan untuk menangkis agresor yang lebih besar dan lebih kuat.

“Bayangkan sebuah rudal menghantam gedung apartemen,” kata wakil perdana menteri Belanda Wopke Hoekstra. “Dalam sepersekian detik, AI dapat mendeteksi dampaknya dan menunjukkan di mana orang-orang yang selamat berada. Yang lebih mengesankan lagi, AI dapat mencegat misil tersebut sejak awal. Namun AI juga memiliki potensi untuk menghancurkan dalam hitungan detik.” lanjut dia.

Kritikus mengatakan pernyataan itu tidak mengikat secara hukum dan gagal mengatasi banyak kekhawatiran lain seputar penggunaan AI dalam konflik militer, termasuk drone yang dipandu AI.