tribun-nasional.com – Pengguna media sosial (medsos) pasti sudah tidak asing dengan meme . Ada banyak sekali meme yang populer digunakan di medsos, misalnya saja meme kucing marah alias “Grumpy Cat”.
Kini, banyak orang yang kreatif untuk membuat meme sendiri dengan karakter yang mereka anggap cocok. Misalnya karakter superhero Spider-Man dengan berbagai versi yang saling tunjuk (Spider-Man pointing at Spider-Man).
Banyak warganet yang gemar mengirim meme lantaran lebih cepat dan mudah untuk merespons suatu postingan. Bahkan, ada pula yang mengoleksi meme untuk disebarluaskan ke lebih banyak pengguna lewat berbagai media sosial.
Namun, dari mana asal usul meme hingga populer digunkan utuk berkomunikasi di media sosial saat ini? Bagaimana pula meme tersebar dan memiliki tujuan lain, yang lebih dari sekadar lucu-lucuan semata?
Apa itu meme?
Cara membaca meme yang benar adalah “mim”. Di mana huruf “e” dibaca sebagai huruf “i” dan mengabaikan huruf “e terakhir”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KBBI Kemendikbud) daring, meme merupakan kata benda yang berarti: “cuplikan gambar dari acara televisi, film, dan sebagainya atau gambar-gambar buatan sendiri yang dimodifikasi dengan menambahkan kata-kata atau tulisan-tulisan untuk tujuan melucu dan menghibur”.
Penjelasan senada juga dipaparkan kamus online Merriam-Webster, di mana meme memiliki dua definisi. Arti meme pertama adalah sebagai item yang menghibur dan menarik. Misalnya gambar atau video dengan takarir (caption) di dalamnya dan tersebar di dunia maya lewat media sosial. Definisi meme ini adalah yang paling dipahami banyak orang.
Sementara itu, definisi meme kedua lebih umum. Meme didefinisikan sebagai sebuah ide, perilaku, gaya, atau penggunaan yang disebar dari orang ke orang dalam suatu budaya.
Meme menurut definisi kedua itu bisa merujuk ke item apapun, bisa jadi gambar, video, GIF, stiker, dan lainnya yang disebar dari waktu ke waktu.
Menurut Mary Ingram-Waters, seorang profesor dari University of Nevada-Reno Honors College, saat meme menjadi budaya, ia akan bisa dipahami oleh kelompok demografis tertentu.
“Meme harus bisa diterjemahkan oleh kelompok demografis tertentu, kelompok yang memiliki bahasa sama, makna yang sama, dan budaya yang sama,” kata Mary, dihimpun dari USA Today.
Apabila meme sangat viral dan populer, maka meme tersebut bisa melintasi budaya dan dipahami oleh beberapa jenis kelompok demografi yang lebih majemuk.
Asal usul meme
Meskipun populer dewasa ini, istilah meme konon sudah digunakan sejak tahun 1976. Istilah ini diciptakan oleh ahli biologi evolusi, Richard Dawkins dalam bukunya berjudul “The Selfish Gene”.
Namun, istilah itu diciptakan Dawkins untuk konteksyang lebih umum, tidak terbatas pada ilmu biologi saja. Dawkins kala itu sedang mencari kata baru untuk memperbarui istilah replikator.
Dia menginginkan sebuah kata benda yang bisa menyampaikan gagasan tentang transmisi budaya atau imitasi.
Mulanya, Dawkins memikirkan istilah “mimeme” yang dikatakannya berasal dari akar bahasa Yunani yang artinya adalah “imitasi”. Namun dia kurang cocok dengan kata tersebut.
Dawkins lebih menginginkan sebuah kata yang bersuku kata tunggal, seperti “gen”. Itu sebabnya, ia memilih menyingkat “mimeme” menjadi “meme”. Dia pun ingin agar meme diucapkan seperti saat mengucapkan kata “krim”, yakni dengan huru “i” bukan “e”.
Bagi Dawkins, meme ibarat gen yang menyebarluaskan dirinya dari satu tubuh ke tubuh yang lain melalui sperma dan sel telur. Sementara meme, menyebarluas dari otak ke otak lainnya lewat sebuah proses berulang atau disebut sebagai proses imitasi.
Sama halnya seperti gen, meme juga berevolusi. Meme saat ini seperti “virus” yang menyebar, bereplikasi, dan masuk ke aspek budaya masyarakat lewat media sosial.
Untuk konsep meme di internet , mulanya muncul di awal era 1990-an. Kemudian, pada 1994, penulis Mike Goodwin menjelaskan konsep meme secara gamblang dalam sebuah di Wired.
Bukan cuma jadi hiburan, namun juga propaganda
Di media sosial, meme bisa menjadi hiburan dengan foto atau video lucu dan menarik, serta caption yang atraktif. Meme sudah menjadi budaya populer di warganet dunia saat ini.
Akan tetapi, popularitas itu bisa dimanfaatkan menjadi “senjata”. Bukan sekadar hiburan semata, meme juga bisa diolah menjadi sebuah alat propaganda. Hal ini pernah terjadi di Amerika Serikat beberapa waktu lalu.
dengan gambar seekor gajah memiliki caption “kasus covid lebih tinggi sekarang dibanding sebelum ada vaksin”. Gambar meme itu tidak memberikan konteks lebih lanjut, yang kemudian menimbulkan multitafsir.
Sebagian orang mungkin memahami informasi meme itu dengan anggapan bahwa memang kasus Covid 19 kala itu masih tinggi meskipun sudah ada vaksin. Namun, bukan tidak mungkin ada yang mengangap bahwa vaksin lah yang menyebabkan naiknya angka kasus Covid 19 di AS waktu itu.
Meme yang viral di AS ini pertama kali diunggah oleh akun bernama Free Though Project 4.0 di Facebook. Di halaman Facebooknya, ditemukan beberapa tautan ke situs mereka yang berisi artikel-artikel yang menentang vaksinasi.
Menurut blog Poynter, lembaga non-profit jurnalisme global yang mengutip laporan The Washington Post, meme itu digunakan oleh para ekstrimis untuk merekrut dan meradikalisasi anak muda.
Sebab, seperti di Indonesia, banyak anak muda AS yang menggunakan media sosial. Meme dianggap cukup ampuh menyebarkan misinformasi seperti itu karena meme sangat menarik, mudah dibuat, dan cepat tersebar.
Untuk beberapa meme yang dianggap menarik dan disepakati oleh sekelompok orang, mereka tak tanggung-tanggung menyebarluaskan meme itu ke lebih banyak pengguna media sosial.
Walhasil, meme yang bisa jadi memuat misinformasi itu menjadi viral dan memengaruhi banyak orang.
Berkaca dari kejadian di AS itu, ada baiknya, saat menemukan meme yang memuat informasi tertentu yang minim konteks, Anda bisa mengkritisi isinya dengan mencari sumber informasi resmi atau dari media yang terpercaya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.