Travel  

Lebih Dekat dengan Stasiun Jakarta Kota

tribun-nasional.com – Kamu pengguna KRL di Jakarta tentu tak asing dengan Stasiun Jakarta Kota. Banyak hal menarik tentang stasiun yang dulunya dipanggil Stasiun Beos itu lho.

Kita tidak akan pernah lepas dari sejarah masa lampau, apapun itu. Dari sejarah kita bisa banyak belajar banyak hal bagaimana kehidupan dan pemikiran orang-orang zaman dahulunya.

Wisata sejarah tak perlu ke negara-negara tetangga atau jauh-jauh. Di Jakarta, banyak tempat yang punya cerita sejarah menarik, salah satunya Stasiun Jakarta Kota. Stasiun ini terdaftar sebagai salah satu Cagar Budaya di Jakarta.

Menurut sejarahnya, Stasiun Jakarta Kota sekarang bukanlah stasiun pertama yang dibangun. Namun ada stasiun lain yang yang lokasinya tidak jauh yang dulunya beroperasi juga dengan stasiun yang sekarang. Stasiun itu telah dihancurkan dan kegiatan dipusatkan kepada Stasiun Jakarta Kota sekarang.

detikcom pun mengulik bagaimana sejarahnya Stasiun Jakarta Kota dengan bertemu langsung dengan Manager Preservation and Documentation Kereta Api Indonesia, Hardika Hadi Rismaji

“Sebelum Stasiun Jakarta Kota dibangun, di kawasan kota lama Batavia (Jakarta) terdapat dua stasiun besar kereta api. Kedua stasiun tersebut adalah Stasiun Batavia NISM, milik maskapai kereta api swasta Nederlandsch Indische Spoorweg Maatchappij dan Stasiun Batavia BOSM milik Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij. Stasiun Batavia NISM yang dikenal pula dengan Stasiun Batavia Noord melayani rute Batavia-Buitenzorg (Jakarta-Bogor). Sementara itu, Stasiun Batavia BOSM atau Stasiun Batavia Zuid mengoperasikan kereta api lintas Jakarta-Bekasi-Karawang,” ujar Hardika.

“Kedua stasiun yang berjarak 200 meter ini tidak terhubung satu sama lain, sehingga penumpang yang hendak berpindah rute harus berjalan kaki. Selain menyusahkan para penumpang kereta api, stasiun yang berdekatan juga dianggap membahayakan bagi perjalanan kereta api pada persimpangan jalur, mengingat teknologi keselamatan pada saat itu belum handal,” tambahnya.

Dalam perkembangannya, kedua operasional kereta api di Jakarta dikelola oleh perusahaan kereta api negara, Staatssporwegen (SS). Tahun 1898 SS membeli seluruh jaringan milik BOSM dan jaringan kereta api milik NISM tahun 1913.

“Selepas SS menguasai seluruh jaringan kereta di Jakarta, maka diadakan penataan ulang terhadap sistem angkutan kereta api, salah satunya adalah mendirikan stasiun baru di Jakarta yang terintegrasi,”

“Lokasi stasiun baru yang hendak dibangun ialah menempati Stasiun Batavia Zuid, sehingga pada tahun 1923 stasiun ini ditutup. Sedang Stasiun Batavia Noord (Batavia Utara yang yang terletak di sebelah selatan Museum Sejarah Jakarta sekarang) tetap beroperasi sebagai stasiun sementara yang melayani penumpang dan barang sampai stasiun baru selesai. Khusus pengangkutan barang, dibangun stasiun barang di Heemradenplain di sebelah utara Stasiun Batavia Noord,” jeas Hardika.

Persiapan pembangunan stasiun baru

Mulanya, Kepala Insinyur SS yakni Ir. C. W. Koch diberi tugas untuk merancang stasiun baru tersebut. Koch mendesain sebuah stasiun dengan fasad memanjang dengan pintu masuk yang monumental di bagian tengah. Di salah satu sudut bangunan didirikan sebuah menara jam. Namun rencana tersebut urung direalisasikan karena alasan ekonomi dan tidak disetujui.

Kemudian, seorang arsitektur kenamaan kelahiran Tulungagung, Ir. Frans Johan Louwrens Ghijsels dari biro arsitek Algemeen Inginieurs en Architectenbureau (AIA) mengambil alih peran merancang stasiun terminus dengan 12 jalur tersebut. Ghijsels pun mencoba membuat beberapa variasi desain pintu masuk utama pada tampak depan bangunan.

“Dia mengambil arsitektur lengkung dengan pasak yang lebih rendah, jadi lebih megah dan lebih luas. Dari awal stasiun ini dibangun, sudah mengakomodir 12 jalur. Jadi orang-orang dahulunya keberangkatan awalnya itu dari Jakarta Kota, maka disebut stasiun ini dulu terminus karena tidak sudah tidak ada lagi jalurnya alias ini pemberhentian terakhir,” jelas Hardika.

Lalu, diputuskan desain stasiun berupa sebuah bangunan lebar, fasad yang rendah dengan sisi tengahnya terdapat sebuah atap besi melengkup yang megah. Pada Juni 1927, Ghijsels merampungkan desainnya. Selanjutnya Stasiun Batavia Zuid dirobohkan.

Konstruksi pembangunan stasiun baru dikerjakan oleh kontraktor Hollandse Beton Maatschappij. Dua tahun berselang, tepatnya pada 8 Oktober 1929 Stasiun Batavia Benedenstad diresmikan.

“Setelah bangunan rampung, Sebuah upacara selamatan dilakukan pada pagi hari, pegawai pribumi sejumlah 500 orang berkumpul di Stasiun Batavia Nord. Untuk memeriahkan pembukaan, sebuah perayaan digelar dengan menghadirkan pertunjukan wayang dan beberapa penari ronggeng,” tutup Hardika.

Pembagian wilayah stasiun

Dikutip dari halaman Heritage KAI, unit-unit massa Stasiun Jakarta Kota terbagi beberapa bagian. Unit massa kepala meliputi unit massa sayap, gerbang masuk utama dan peron. Ada unit massa menara (utama/depan, samping, dan gerbang samping). Konfigurasi massa bangunan linier secara keseluruhan membentuk huruf T.

Peron menggunakan rangka atap frame berbentuk butterfly shed (kupu-kupu) dengan penyangga kolom baja profil dipakai pada stasiun ini. Dinding bagian dalam hall diselesaikan dengan keramik berwarna coklat bertekstur kasar, sedangkan dinding luar bagian bawah seluruh bangunan ditutup dengan plesteran berbutir berwarna hitam.

Dinding yang sama pada concourse diselesaikan dengan ubin pola waffle berwarna kuning kehijauan. Lantai stasiun menggunakan ubin berwarna kuning dan abu-abu, dan untuk lantai peron dipakai ubin pola waffle berwarna kuning.

Atap barrel-vault yang digunakan pada stasiun Jakarta Kota terlihat jelas pada hall utama. Dinding bagian dalam hall diselesaikan dengan keramik berwarna coklat bertekstur kasar. Bukaan terbesar terdapat pada lunette yang berfungsi sebagai jendela. Lunette berbentuk busur semisirkular dengan unit bukaan vertikal sebanyak tujuh buah pada lunette utama.

Bukaan pintu pada Stasiun Jakarta Kota terbentuk akibat penggunaan kolom-kolom penyangga atap (kanopi) yang menghasilkan suatu unit massa sendiri. Pengolahan bidang di sekitar bukaan dengan penggunaan bata kerawang di atas pintu dan ubin waffle pada dinding bagian bawah serta daun pintu tambahan yang berfungsi sebagai pintu angin.

Tinggalkan Balasan