tribun-nasional.com – round Zero atau Tugu Peringatan Bom Bali I berdiri tegak di sebuah sudut di Jalan Legian, Kuta, Bali.
Bentuk paling menonjol dari monumen itu adalah kayonan -yang berbentuk seperti gunungan, seperti dikutip dari situs , menyerupai daun putih kayu besar yang menjadi simbol alam semesta dan isinya.
Pada bagian bawah monumen terdapat sebuah prasasti yang memuat daftar nama semua korban meninggal dalam tragedi Bom Bali I, yang terjadi pada 12 Oktober 2002 silam, dan kebangsaannya.
Besok, Rabu (12/10/2022) tepat dua dekade peristiwa tersebut terjadi.
Sebanyak 202 orang dari 22 negara meninggal dalam peristiwa tersebut, sementara 324 orang menderita luka. Korban terbanyak adalah warga negara Australia dengan jumlah 88 orang.
Letak monumen yang cukup strategis membuatnya kerap dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Terletak di ruang terbuka membuat Ground Zero dapat dikunjungi oleh siapa saja, selama 24 jam.
Namun, setiap tanggal 12 Oktober dilakukan upacara peringatan di monumen tersebut,
Makna Ground Zero
Beberapa bulan setelah peristiwa pengeboman, Pemerintah Kabupaten Badung membentuk Tim Pelaksanaan Penataan Kawasan Bekas Peledakan Bom, sesuai Keputusan Bupati Badung No.771 Tahun 2003 tanggal 7 Juli 2003, seperti dikutip (11/10/2011).
Tim menerima berbagai masukan terkait penataan lokasi tersebut, termasuk salah satunya pembangunan monumen.
Dibangunnya monumen dianggap sebagai tanda kebangkitan Bali, serta upaya mewujudkan Tat Twam Asi.
Dikutip dari situs , Tat Twam Asi diambil dari Bahasa Sanskerta dan merupakan salah satu konsep dasar dalam agama Hindu.
Tat berarti itu (ia), Twam berarti “kamu”, sementara Asi berarti “adalah”. Sehingga, Tat Twam Asi adalah sesuatu yang mengedepankan aspek sosial tanpa batas, karena diketahui bahwa “ia adalah kamu” dan menolong orang lain berarti menolong diri sendiri. Sebaliknya, menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri.
Secara positif, Tat Twam Asi adalah sesuatu yang menciptakan kedamaian.
Dari 17 desain monumen, terpilih desain karya Ir Wayan Gomudha MT. Monumen kemudian diresmikan pada 12 Oktober 2004 oleh AA Ngurah Oka Ratmadi, yang saat itu menjabat Bupati Badung.
Setiap bagian dari monumen memiliki makna, di antaranya altar, prasasti, tiang bendera, kayonan, tugu, tri kona nemu gelang, dan kolam.
Altar, misalnya, adalah tempat sesaji untuk memberi penghormatan, sementara kayonan berarti kehendak yang seharusnya dikenalikan. Sedangkan tri kona nemu gelang atau tembok berbentuk setengah lingkaran dalam bentuk tiga posisi merupakan simbol kehidupan.
Adapun kolam yang berada di tengah monumen memiliki sembilan air mancur sebagai simbol kumbanda atau roh.
Dari semua unsur yang dimasukkan, harapannya monumen itu mampu memancarkan kedamaian dan perdamaian ke segala arah.