tribun-nasional.com – Howard Schultz adalah orang yang sudah berjasa menjadikan Starbucks sebagai perusahaan kopi yang mendunia. Tapi jangan salah, sebelum jadi bos, dia adalah seorang karyawan di gerai kopi tersebut.
Berawal dari 11 gerai, Schultz berhasil membesarkan Starbucks hingga memiliki 33 ribu gerai yang tersebar di banyak negara.
Di tahun 2018, pria ini mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO. Namun di tahun 2022 dia kembali menjadi CEO interim karena dirinya hendak menunjuk orang baru untuk memimpin perusahaan ini.
Sejatinya, masa kecil orang terkaya di dunia urutan ke 728 versi Forbes ini memang cukup menyedihkan. Namun perjuangannya hingga sukses tentu sangat menginspirasi dan penuh dengan pelajaran finansial.
Berikut adalah deretan fakta dari Schultz yang patut kamu ketahui.
Schultz lahir di Brooklyn, New York, 1953. Ayahnya, Fred Schultz, adalah mantan angkatan bersenjata yang akhirnya bekerja sebagai sopir. Namun sayang sekali, Fred Schultz kehilangan pekerjaannya usai dirinya terkena musibah kecelakaan.
Saat kecelakaan itu terjadi, Fred sama sekali tidak punya asuransi kesehatan dan tidak mampu membayar biaya pengobatan.
Peristiwa itulah yang akhirnya membuat perekonomian Keluarga Schultz memburuk. Di usianya yang ke-12, Howard Schultz sudah bekerja untuk membantu orangtuanya.
Pekerjaan yang dilakoninya antara lain adalah loper koran dan menjadi pelayan kafe. Dan saat Schultz berusia 16 tahun, dia bekerja sebagai penjaga toko.
Salah satu bakat yang dimiliki Schultz ada di bidang olahraga. Schultz memiliki fisik yang sangat kuat, dan hal itulah yang membuatnya berhasil menuai prestasi.
Lewat prestasinya Schultz berhasil mendapat beasiswa kuliah dan masuk ke Northern Michigan University jurusan komunikasi.
Setelah lulus kuliah di tahun 1975, Schultz bekerja di Xerox selama tiga tahun sebagai sales manager. Kariernya pun bisa dikatakan mulus.
Namun Schultz memutuskan resign dari perusahaan tersebut, karena ingin meniti karier di perusahaan Swedia, Hammaplast. Di perusahaan itulah akhirnya dia bertemu dengan gerai kopi Starbucks.
Saat Schultz menyambangi Starbucks, Starbucks hanyalah sebuah kedai kopi kecil yang didirikan oleh Jerry Baldwin, Zev Siegl, dan Gordon Bowker. Namun, Schultz yang saat itu berusia 29 tahun melihat adanya mutiara terpendam di Starbucks. Itulah yang membuatnya tertarik untuk bekerja di sana.
Keinginan Schultz bekerja di Starbucks akhirnya terwujud, Schultz ditempatkan di divisi marketing.
Sekedar informasi saja bahwa saat bekerja di Starbucks, Schultz menerima gaji yang jauh lebih rendah ketimbang saat bekerja di Hammaplast. Dan yang paling mengejutkan, jumlah gaji Schutlz di Starbucks tidak sampai setengah gajinya di Hammaplast! Belum lagi, dia harus pindah ke Seattle.
Setelah setahun bekerja di Starbucks, Schultz dikirim ke Italia untuk menimba ilmu tentang industri kopi. Disitulah akhirnya dia mendapat inspirasi baru untuk pengembangan bisnis Starbucks.
Menurutnya, selain membuat kopi, Starbucks juga harus mendesain cafe yang nyaman bagi para pengunjung. Mengapa demikian? Karena di Italia, banyak orang yang menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menikmati kopi.
Sayangnya, ide itu ditolak karena dianggap bisa merugikan Starbucks. Para petinggi Starbucks saat itu punya pemikiran yang sangat konservatif.
Schultz pun memutuskan untuk keluar dari Starbucks dan mendirikan kedai kopinya sendiri di Seattle dengan modal US$ 1,7 juta.
Nama dari Bahasa Italia ini digunakan oleh Schultz untuk nama kedai kopi barunya. Il Giornale pun berhasil mencetak kesuksesan.
Dalam mendirikan Il Giornale, Schultz juga harus berjuang mati-matian, terutama dalam mencari pinjaman dana. Schultz blak-blakan mengatakan, dia sudah meminta bantuan kepada 242 orang, dan sebanyak 217 orang di antaranya menolaknya mentah-mentah.
Selama dua tahun berkecimpung di Il Giornale, Schultz mendengar kabar bahwa pemilik Starbucks berniat menjual gerainya, peralatan pembuat kopi, serta nama brand Starbucks itu sendiri. Mereka menawarkan harga jual sebesar US$ 4 juta.
Schultz pun langsung melobi segenap pihak untuk meminjam dana. Cukup menarik untuk diketahui bahwa Bill Gates ternyata jadi investor pertama di Starbucks.
Usai mendapat modal yang cukup, Schultz pun kembali ke Starbucks namun tidak sebagai karyawan, melainkan sebagai pemilik baru.
Di bawah kepemimpinan Schultz, Starbucks pun menjadi jaya. Pada 1992, Starbucks telah memiliki 165 gerai yang disertai total pendapatan bersih sebesar US$ 93 juta. Mereka pun melakukan IPO.
Dan pada tahun 2000, Starbucks akhirnya go internasional. Mereka berhasil membuka 3.500 gerai di berbagai negara dan total pendapatan bersihnya per tahun mencapai US$ 2,2 miliar! Siapa sangka, kedai kopi inilah yang akhirnya membuat Schultz kaya raya.
Meski demikian, yang namanya bisnis tentu bakal mengalami masa-masa sulit. Di tahun 2008. Schultz terpaksa menutup sementara 7.100 gerai di Amerika. Tapi dua tahun kemudian, laba bersih Starbucks meroket tiga kali lipat, dari US$ 315 juta menjadi US$ 945 juta!
Satu hal yang bisa kita jadikan sebagai pelajaran dari kisah ini adalah, apapun yang kamu cita-citakan di masa depan pasti bisa tercapai bila kamu kerja keras.
Siapa sangka, Schultz yang dulu hidup miskin serba kekurangan bisa dapat beasiswa kuliah? Siapa sangka keputusan Schultz resign dari Hammaplast dan mengambil pekerjaan di Starbucks bisa mengantarkannya jadi miliarder di masa depan?