tribun-nasional.com – Jakarta Menjadi petani bukan berarti tidak bisa jadi orang sukses. Hal ini dibuktikan dari salah satu kisah inspiratif yang awalnya hanya seorang sopir metromini dan kini jadi juragan tani dengan penghasilan mampu mencapai ratusan juta.
Cerita ini datang dari Omrizal Chan atau yang bisa dipanggil Rizal, dulunya merupakan seorang sopir metromini. Di tengah hidupnya yang susah sebagai anak petani dan tuntutan keras, Rizal harus memutuskan untuk pulang kampung dan memilih berhenti jadi sopir.
Enam+
“Saya dulu adalah seorang sopir metromini dengan tuntutan keras. Saya orang susah. Setelah itu, saya dapat musibah mertua saya, saya pulang kampung,” ungkapnya kepada tim Berani Berubah.
Kembalinya Rizal ke kampung tentu membuat dirinya harus memutar otak bagaimana caranya menghasilkan uang untuk hidup sehari-hari. Alhasil dia pun memutuskan untuk merintis usaha sendiri dengan bertani.
“Di kampung, namanya saya anak pertani, saya rintislah usaha dengan bertani, palawija,” tuturnya.
Dia memilih menanam palawija karena cukup menggiurkan. Berbeda dari jagung yang hanya satu kali panen.
“Pada tahun 2000, saya tanam, saya bersihin lahan ini. Saya tanam dengan duren, berhubung duren ini bentuk pelindung, saya tanam jagung yang pertama. Sehabis jagung, karena jagung satu kali panen, hasilnya enggak ada lagi. Saya tanamlah palawija ini yang cukup menggiurkan, bisa panen cuma sekata-kata orang, saya bisa panen 8 bulan,” dia bercerita.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menjadikan Gunung Tigo Sebagai Agrowisata
Pulangnya Rizal ke kampung ternyata juga bertujuan ingin menjadikan Gunung Tigo sebagai agrowisata. Jadi, lahan tersebut tidak hanya dijadikan sebagai tempat memanen, tapi juga tempat wisata khususnya bagi yang ingin belajar lebih dalam untuk bercocok tanam.
“Berhubung saya dulu pulang tahun 1995, merintis usaha dengan tani, yang lain sudah berhasil. Ini tujuan saya, daerah Gunung Tigo ini adalah untuk agrowisata dari hasil tani,” tuturnya.
Seperti yang diungkapkan salah satu pengunjung bernama Lutfiyani. Sebagai pelajar, dia jadi tahu cara merawat perkebunan dengan baik khususnya terkait buah terong ketika mengunjungi kebun Rizal tersebut.
“Kalau saya pribadi, karena saya pelajar, yaitu untuk belajar, apalagi saya tertarik dengan hal perkebunan lah ya. Jadi di sini tuh saya bisa belajar. Bagaimana cara memanen dan juga mengetahui apa-apa saja yang dibutuhkan dalam perawatan. Salah satunya perawatan buah terong,” tuturnya.
Tidak hanya bisa belajar hal baru, pengunjung pun bisa membeli langsung hasil ladang yang tersedia. Seperti pembeli bernama Yulenti yang mencari terong hingga ke Gunung Tigo dan menjualnya ke dalam atau luar daerah.
“Tujuan ke sini mencari terong, soalnya terong di sini luas. Bisa dipasarkan ke dalam daerah dan sampai ke luar daerah. Sudah tuh ke daerah Jambi, Pekanbaru, ke daerah Rengat, dipasarkan terong ini gitu,” tutur Yulenti.
Enam+
Bersyukur Raih Penghasilan Ratusan Juta
Pengalaman hidupnya yang keras ketika jadi sopir telah berubah sejak Rizal jadi juragan tani. Meskipun saat jadi sopir dia punya penghasilan yang lebih besar, tapi ketenangan batin tidak dirasakan olehnya. Sebab pikirnya, jadi seorang sopir di terminal dan pangkalan punya pengaruh buruk.
“Terminal, pangkalan. Pangkalan pengaruhnya judi, terminal pengaruhnya berantem. Memang penghasilan waktu tahun 1995, 1990-an itu gede dari metromini. Tapi ketenangan batin enggak ada. Kita kehidupan kita, keras,” ungkapnya.
Namun, dia bersyukur karena sekarang lebih menikmati kehidupan di desa.
“Alhamdulillah sekarang sudah setelah saya berkebun, duniawinya agak kurang. Kita tenang di pedesaan, kita tenang dengan lingkungan kita. Jadi hasil kita juga cukup memuaskan. Itulah saya rasa sekarang ini.
Rasa syukurnya semakin bertambah ketika Rizal ternyata mampu membuka lapangan pekerjaan bagi petani di sekelilingnya. Belum lagi dia bisa membantu keluarga lain untuk menikmati hasil kebunnya.
Seperti yang diungkapkan salah satu petani Yulaili, dia mengatakan hidupnya terbantu dengan berkebun bersama Rizal.
“Alhamdulillah lah kondisi sekarang sama pandemi ya gimana sih keluarga kebanyakan bingung, gitu. Semenjak Om Rizal ini bertani lah, semua karyawan cukuplah Alhamdulillah. Dibantu sama berkebun di sini,” katanya.
Terhitung Rizal memiliki karyawan tetap tiap hari 8 orang, sementara ketika waktu panen ada 20 orang. Dengan karyawannya itu, dia mampu menghasilkan pendapatan hingga ratusan juta.
“Alhamdulillah masa panen saya baru lebih kurang dari sebulan. Udah terkumpul hitungan kilogramnya 21 ton 500 kg x Rp5000, kotornya Rp 100 juta lebihan,” bebernya.
Rizal mengatakan, “Kalau andai ada kemauan, bulatkan tekad kita, rubah kehidupan keras, bangun desa kita. Dengan 10 tahun kita berhasil, pasti bisa. Kita orang Indonesia, selain Pulau Jawa karena penduduknya padat.”
“Kita, dengan 1 hektare aja. Kita bisa sejahtera. Yang penting kita berani berubah!” pungkasnya.
Kisah ini pasti menjadi inspirasi agar lebih semangat dan pantang menyerah. Karena itu, mari ikuti kisah ini maupun yang lainnya dalam Program Berani Berubah, hasil kolaborasi antara SCTV, Indosiar bersama media digital dan Merdeka.com. Program ini tayang di Stasiun Televisi SCTV setiap Senin di Program Liputan6 Pagi pukul 04.30 WIB, dan akan tayang di serta Merdeka.com.