tribun-nasional.com – Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas mengungkapkan bahwa tembaga merupakan komponen penting dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
“Tembaga ini adalah salah satu komponen penting juga dalam ekosistem EV terutama baterai di mana di dunia ini, 65-70 persen tembaga itu digunakan untuk menghantarkan listrik,” katanya dalam BUniverse Economic Outlook 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Tony menuturkan dengan perannya untuk menghantarkan listrik, maka kebutuhan tembaga di kendaraan listrik juga sangat krusial. Ia menyebut kendaraan listrik akan menggunakan tembaga sekitar empat hingga lima kali lebih banyak dibandingkan mobil konvensional.
Ia mencontohkan, pembangkit listrik bertenaga angin atau PLTB misalnya membutuhkan tembaga hingga 1,5 ton untuk menghantarkan setiap Mega Watt. Demikian pula PLTS atau solar panel yang membutuhkan 3-4 ton tembaga untuk setiap Mega Watt-nya.
“Mobil listrik empat kali lipat. Jadi memang ke depannya tembaga ini akan jadi salah satu mineral utama untuk mendukung renewable energy dan juga untuk mendukung ekosistem EV yang sedang dicanangkan pemerintah,” katanya.
Oleh karena itu, Tony mengatakan upaya yang dilakukan PTFI yang tengah membangun smelter kedua di Gresik, Jawa Timur, sejalan dengan program pemerintah yang ingin mewujudkan hilirisasi untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik.
“Kalau ekosistem (EV) tercipta di dalam negeri, tentu akan saling menunjang. Kita punya banyak nikel, kita punya banyak tembaga, kita punya cukup kobalt dan juga kita punya bauksit yang cukup banyak. Ini elemen-elemen yang dibutuhkan untuk satu ekosistem kendaraan listrik dan renewable energy,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Tony menjelaskan progres pembangunan smelter kedua Freeport yang saat ini telah mencapai 54 persen.
Sebagaimana disyaratkan oleh Presiden Jokowi dan IUPK pada 2018, perusahaan tambang asal AS itu akan membangun smelter kedua berkapasitas 1,7 juta ton konsentrat tembaga menyusul smelter pertama yang telah beroperasi pada 1998 lalu.
Meski sama-sama dibangun di Gresik, Jawa Timur, smelter kedua akan dilengkapi dengan satu precious metal refinery untuk mengolah lumpur anoda sehingga dapat menghasilkan emas dan tembaga batangan dan beberapa metal lainnya.
Sementara smelter pertama yang sudah beroperasi sejak 1998 hanya melakukan pemurnian 40 persen dari konsentrat tembaga dan belum mampu mengolah lumpur anoda sehingga lumpur anoda itu masih diekspor ke luar negeri.
“(Smelter kedua) ini progresnya sekarang sudah 54 persen, 2 persen di atas kurva yang sudah disetujui oleh pemerintah. Total biaya yang sudah kita keluarkan 1,7 miliar dolar AS dari total capex kira-kira sekitar 3 miliar dolar AS atau Rp45 triliun,” jelas Tony.