tribun-nasional.com – Sebagian dari Anda pasti sering menggunakan metrik price to earning ratio (PE Ratio) dan price to book value (PBV) untuk menilai harga sebuah saham. Namun jangan lupa bahwa ada metode lain yang bisa digunakan dan cukup menarik untuk Anda coba.
Metode ini adalah EV/CFO. EV adalah singkatan dari enterprise value sedangkan CFO adalah cash flow operation (arus kas operasi).
EV/CFO akan memberi gambaran soal kapan Anda akan balik modal ketika seseorang mengakuisisi perusahaan ini. Bila nilainya adalah 10, maka butuh 10 tahun untuk break even.
Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai metode EV/CFO yang patut Anda ketahui.
EV merupakan nilai perusahaan saat ini. Untuk mencari nilai EV, Anda bisa menggunakan rumus:
(Market cap + utang bank) – kas dan setara kas
EV sangat tepat digunakan bagi seseorang yang benar-benar ingin mengakuisisi sebuah perusahaan lantaran EV memasukkan komponen utang di dalamnya.
Ketika kita mengakuisisi perusahaan, kita tentu akan menanggung seluruh utang perusahaan itu dan memegang aset lancar berupa kas yang jadi hak kita.
Menilai perusahaan lewat EV dinilai cukup lebih akurat ketimbang hanya lewat kapitalisasi pasar (market cap). Karena jika kita hanya berpatok pada kapitalisasi pasar market cap sangat dipengaruhi oleh harga dan jumlah saham beredar saja.
Arus kas operasi adalah arus kas yang dihasilkan dari aktivitas operasional perusahaan dalam periode tertentu. Informasi mengenai nilai arus kas operasional tentu bisa Anda temukan di laporan keuangan tahunan atau kuartalan.
Adapun kas masuknya adalah penerimaan kas dari pelanggan atas penjualan barang dan jasa. Sementara kas keluarnya adalah segala pembayaran ke pemasok, gaji karyawan, pembayaran-pembayaran lain yang terkait operasional.
Arus kas negatif menandakan besarnya pengeluaran operasional ketimbang penjualan ke pelanggan. Begitu pun sebaliknya, jika positif maka operasional perusahaan dinilai cukup baik.
Arus kas merupakan salah satu komponen yang cukup nyata untuk menilai apakah perusahaan tersebut benar-benar bisa mencatatkan penjualan atau sebaliknya.
Karena laba bersih terdiri dari banyak komponen. Bisa saja perusahaan mencatat laba bersih karena menjual aset dan arus kas operasionalnya minus.
Sekarang mari kita lakukan simulasi perhitungan valuasi saham dengan menggunakan EV/CFO.
Anggap saja, di laporan keuangan perusahaan A, tercatat nilai di bawah ini:
Kapitalisasi pasar Rp 525 miliar
Utang bank Rp 11 miliar
Kas Rp 432 miliar
Rata-rata arus kas operasional tiga tahunnya mencapai Rp 187 miliar
Enterprise Value dari perusahaan ini adalah:
(Rp 525 miliar + 11 miliar) – Rp 432 miliar = Rp 104 miliar
Nilai EV/CFO perusahaan ini adalah Rp 104/Rp 187 miliar = 0,6 kali. Hal ini menunjukkan bahwa biaya modal yang digunakan investor untuk mengakuisisi perusahaan itu sudah bisa kembali atau terbayarkan dalam enam bulan saja, mengacu pada kondisi di laporan keuangan terakhir.
Intinya, semakin rendah EV/CFO makin baik karena hal itu menandakan seberapa cepat Anda balik modal.
Keberadaan EV/CFO tidak semerta-merta menggantikan PER dan PBV. PER dan PBV masih sangat berguna untuk mengukur harga saham secara historis jika didasarkan dari pendapatannya dan secara nilai bukunya.
Jika EV/CFO menentukan seberapa cepat perusahaan itu balik modal, PER dan PBV tentu bisa membantu Anda untuk menjawab kapan waktu yang tepat untuk membeli saham tersebut.
Sejatinya valuasi merupakan hal terakhir yang harus dilakukan investor sebelum membeli saham. Adapun hal pertama tentu saja adalah mengetahui prospek perusahaan ke depannya.